Menurut survei, rata-rata orang menghabiskan 9 jam untuk berinternet dalam sehari. Pada realitanya, besar kemungkinan lebih dari 9 jam karena kini segala aktivitas dilakukan dengan ponsel. Salah satu aktivitas yang begitu intens menggunakan internet dan media digital adalah pembelajaran. 

Metode belajar di akhir tahun ini sudah ke titik blended learning, mengombinasikan praktik pendidikan konvensional dengan pendidikan berbasis daring. Pembelajaran ini dilakukan agar anak-anak juga tidak bosan. Banyak sekali platform pendidikan yang bisa diakses siswa maupun guru. Oleh karena itu, pelajar maupun pengajar harus dibekali literasi digital agar proses belajar-mengajar berjalan dengan lancar. 

Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Digitalisasi Sekolah, Tantangan, Peluang dan Terobosan”. Webinar yang digelar pada Kamis, 14 Oktober 2021, diikuti oleh sejumlah peserta secara daring. 

Dalam forum tersebut Dewi Rahmawati (Product Manager Localin), AAM Abdul Nasir (Assistenprofesi.id), Anang Masduki (Dosen Ilmu Komunikasi UAD), Imam Wicaksono (Praktisi Pendidikan), dan Suci Patia (Penulis) selaku narasumber. 

AAM Abdul Nasir menyampaikan bahwa digitalisasi di dunia sekolah itu sangat penting. Digitalisasi sekolah merupakan terobosan baru di dunia pendidikan Indoneisa dengan memanfaatkan teknologi informasi dalam berbagai aspek pengajaran untuk membangun SDM unggul di era revolusi industri ini. 

“Peluang dari digitalisasi sekolah adalah memungkinkan adanya inovasi dalam proses pembelajaran, kaderisasi sumber daya untuk pemanfaatan teknologi pendidikan, terjadinya kolaborasi guru, murid, dan orangtua dalam pembelajaran daring, serta memberi nilai tambah bagi kehidupan,” jelasnya.

Suci Patia selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa pendidikan itu bukan hanya saat kita berada bangku sekolah, tetapi di luar itu ketika pun kita melalui proses belajar. Adanya teknologi membuat kita bisa mempelajari apapun. Misalnya anak yang punya ketertarikan dengan musik bisa cari chord-chord sendiri di YouTube, dan yang suka matematika bisa liat tips dan trick menyelesaikan soal dengan cepat. 

Pendidikan mengalami akselerasi di mana kita bisa belajar tidak hanya dalam bentuk pendidikan formal; yang kita lihat bukan hanya skill akademis, tetapi juga softskill. Kalau digital tools tidak dibarengi dengan digital skill akan menyimpang. Harus berani untuk kreatif, bersuara dan bertindak; kalau tidak, kita tidak akan mengimbangi diri sebagai pengguna dengan kemajuan teknologi dan pastinya akan ketinggalan.

Salah satu peserta bernama Hendra Putra menyampaikan, “Sebagian besar remaja di Indonesia mengalami rusaknya mental health karena masalah lingkungan keluarga. Mereka merasa diabaikan dan mereka akhirnya melampiaskan ke konten-konten yang sifatnya negatif yang mudah diakses di dunia digital. Bagaimana cara mengatasi hal tersebut?”

Anang Masduki menjawab, kuncinya adalah keluarga tidak boleh mengabaikan. Kalau masih anak-anak, masih dalam tanggung jawab orangtua. Anak yang masih SD jangan dibiarkan memiliki dan bermain dengan gadget tersebut sendirian. Kalau mereka sudah SMP mungkin sudah bisa diajak diskusi mengenai waktu dan cara penggunaannya. 

“Kemudian, smartphone anak bisa disambungkan ke handphone kita sebagai orangtua, sehingga kita bisa memantau apa saja yang ia lakukan. Sesibuk apapun, orangtua tetap harus mengawasi,” jawabnya.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Pandeglang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]