Saat meresmikan Festival Ekonomi Syariah Indonesia (Indonesia Sharia Economic Festival/ISEF) ke-7 tahun 2020, Rabu (28/10/2020), Presiden Joko Widodo menekankan, Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, harus serius menangkap peluang besar dari pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Akselerasi dan pengembangan ekonomi syariah nasional menjadi bagian vital dari transformasi menuju Indonesia Maju dan upaya menjadikan Indonesia sebagai pusat rujukan ekonomi dan keuangan syariah global.
Melalui Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), pemerintah pun mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah dengan strategi besar melakukan penguatan rantai nilai halal (halal value chain), serta penguatan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan ekonomi digital. Pemerintah telah menetapkan empat prioritas agenda dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, yaitu industri halal, keuangan syariah, keuangan sosial syariah, serta bisnis syariah.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengungkapkan hal itu saat membuka forum internasional “Contemporary Fiqh Issues in Islamic and Economic Finance”, Selasa (27/10/2020). Wapres mengatakan, pengembangan ekonomi dan keuangan syariah tentunya perlu memperhatikan fatwa dari para ulama agar sesuai dengan ketentuan aspek syariah, selain tentu saja memperhatikan aspek bisnis.
Pada kesempatan tersebut, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo juga berpendapat, inovasi produk keuangan syariah yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan usaha syariah membutuhkan dukungan fatwa yang progresif demi peningkatan kemaslahatan bagi umat. Hal ini dilakukan dengan tetap menjunjung tinggi kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam pencapaian maqasid al shariah atau tujuan penetapan aturan syariah.
Dua inisiatif
Ekonomi dan keuangan syariah telah berkembang pesat. Dari fungsi sangat terbatas yang hanya menawarkan instrumen keuangan syariah melalui bank syariah, menjadi ekonomi syariah yang lebih luas, seperti pendidikan dan hiburan syariah, layanan kesehatan syariah, layanan perjalanan islami termasuk ziarah tahunan, hingga teknologi keuangan sosial dan komersial syariah.
Dalam konteks tersebut, Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) serta fasilitas interlink antarbank dan perusahaan teknologi finansial syariah melalui standardisasi application programming interface (API) menjadi wujud inisiatif Bank Indonesia (BI) untuk mendorong inklusi ekonomi dan keuangan syariah melalui digitalisasi.
“Dua inisiatif tersebut merupakan bagian dari Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2025 yang bertujuan untuk mendorong transformasi digital dalam perekonomian dan keuangan Indonesia, termasuk inklusi ekonomi dan keuangan syariah,” kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Sugeng saat membuka Forum Internasional SESRIC “The Islamic Economic Digitalization and Inclusion: Policy Development and Implementation in the OIC Countries” yang dilaksanakan secara virtual, Kamis (29/10).
Sugeng memaparkan, setidaknya terdapat tiga langkah yang perlu diperkuat oleh negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk mendorong digitalisasi ekonomi dan keuangan syariah.
Pertama, membangun kerja sama antarnegara anggota OKI dengan berbagai keunggulan dan potensinya. Beberapa kerja sama yang dapat dilakukan, antara lain rantai nilai halal internasional dan layanan sistem pembayaran lintas negara.
Kedua, kolaborasi terutama dalam bentuk cyber security sharing platform dalam menghadapi risiko terkait digitalisasi. Ketiga, literasi melalui kerja sama penguatan riset, asesmen, dan edukasi.
Ekonomi dan keuangan syariah, lanjut Sugeng, berpotensi besar untuk diintegrasikan dengan digitalisasi. Hal ini sejalan perkembangan ekonomi dan keuangan syariah yang makin luas, meliputi rantai nilai halal, media, pariwisata, farmasi dan kosmetik, hingga pembiayaan komersial dan sosial.
Sugeng menambahkan, sejumlah negara yang mayoritas warganya bukan Muslim, saat ini justru mengembangkan potensi dari ekonomi dan keuangan syariah. Ia mengambil contoh Thailand dan Korea Selatan yang memberi perhatian amat besar untuk pengembangan pariwisata ramah Muslim.
Ia juga menjabarkan, Indonesia memiliki visi besar untuk menjadi negara maju pada 2045. Salah satu penopangnya diharapkan berasal dari ekonomi dan keuangan syariah yang terintegrasi dengan digitalisasi.
“Apalagi, potensi Tanah Air untuk mendorong ekonomi dan keuangan syariah melalui digitalisasi cukup besar. Itu terlihat dari 28 ribu pesantren yang memiliki lebih dari 2 juta santri. Belum lagi 60 persen penduduk Indonesia merupakan generasi milenial yang cakap menggunakan teknologi digital dan memiliki banyak ide inovatif,” terangnya. Di samping itu, Indonesia juga memiliki 14 bank umum syariah, 20 unit usaha syariah, 163 BPR syariah, dan 4.500 lembaga keuangan mikro syariah.
Wakaf lintas negara
BI juga mendorong pemanfaatan teknologi guna membangun sistem wakaf yang lebih tertata. Hal ini diharapkan dapat mendorong mobilisasi dana lintas negara untuk berkontribusi secara signifikan terhadap program pembangunan ekonomi pemerintah, khususnya pengentasan kemiskinan dan pembangunan SDM yang komprehensif.
Deputi Gubernur BI Doni P Joewono menyampaikan pandangan itu pada Seminar Internasional “Cross Border Waqf on New Normal Era: Potentials, Benefit and Challenges”, Jumat (30/10) secara virtual.
Doni menjelaskan, pengelolaan wakaf telah berkembang dari waktu ke waktu dan lintas negara. Untuk memastikan pengelolaan wakaf lintas negara sesuai dengan Prinsip-Prinsip Pokok Tata Kelola Wakaf (Waqf Core Principles/WCP), International Working Group on WCP melakukan edukasi dan sosialisasi standar minimal untuk pengaturan yang baik dari sistem pengelolaan dan pengawasan wakaf lintas negara.
Pengawasan wakaf lintas batas mengacu pada lima prinsip pokok sesuai dengan WCP. Pertama, lembaga wakaf harus memiliki kebijakan dan prosedur yang memadai untuk memitigasi risiko pengelolaan wakaf lintas negara.
Kedua, kerja sama dan pertukaran informasi antarlembaga wakaf untuk pengawasan yang efektif. Ketiga, pengawas wakaf mewajibkan pengelola wakaf untuk menentukan kebijakan dan proses untuk mengidentifikasi, mengukur, mengevaluasi, memantau, melaporkan, mengendalikan, dan memitigasi risiko negara.
Keempat, pengawas donor menilai skala prioritas negara penerima melalui tingkat kemiskinan, dampak bencana, dan kedekatan wilayah dengan negara donor. Kelima, pengawas wakaf menilai dan menganalisis negara untuk mengurangi potensi konflik antara negara donor dan penerima.
“Mencermati kondisi ekonomi yang beragam di antara negara Islam, kami sangat merekomendasikan agar negara-negara tersebut saling membantu lintas negara. Salah satunya melalui wakaf,” ujar Doni.
Transaksi Rp 5,03 triliun
Pandemi Covid-19 tidak menyurutkan antusiasme penyelenggaraan secara virtual ISEF 2020. Ini tampak pada pembukuan transaksi senilai Rp 5,03 triliun yang terdiri atas kesepakatan pembiayaan, komitmen transaksi business to business, transaksi retail business to consumer, dan komitmen wakaf produktif.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Sugeng mengungkapkan hal itu saat menutup perhelatan ISEF 2020 pada Sabtu (31/10). Ia meyakini bahwa pandemi justru memberikan optimisme penciptaan peradaban baru, yakni peradaban digital.
“Saat ini, Indonesia menghadapi perubahan peradaban yang cepat. Semua didorong berpindah ke peradaban digital. Namun, transformasi digital ternyata memberi banyak manfaat dan tidak kita pikirkan sebelumnya,” kata Sugeng.
Ia kembali mengingatkan pesan Presiden Joko Widodo saat membuka ISEF 2020 bahwa agenda ini diharapkan dapat mendorong pengembangan ekonomi dan keuangan syariah sebagai sumber baru pertumbuhan nasional. ISEF 2020 telah mendapat rekognisi sebagai salah satu kegiatan utama berskala internasional, integrator strategis (strategic integrator) pertemuan dan kesepakatan berbagai pihak, dan tidak kalah pentingnya sebagai sarana efektif peningkatan literasi dan pengetahuan masyarakat luas terhadap ekonomi dan keuangan syariah.
ISEF 2020 yang dimulai sejak 7 Agustus lalu terdiri atas 211 kegiatan virtual, diikuti oleh 777 pelaku usaha, 165 desainer, dan 2.551 peserta kompetisi. Jumlah pengunjung/peserta mencapai sekitar 430 ribu, meningkat jauh dibandingkan penyelenggaraan ISEF 2019 yang diikuti sekitar 40 ribu pengunjung/peserta. Selain itu, jumlah pengunjung Platform Virtual ISEF Terintegrasi mencapai sekitar 160 ribu pengunjung dari 93 negara.
ISEF 2020 merupakan hasil sinergi BI dengan kementerian dan lembaga anggota KNEKS, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika–Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI), Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI), Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), Dewan Masjid Indonesia (DMI), Badan Amil Zakat Indonesia, Badan Wakaf Indonesia (BWI), Indonesia Halal Lifestyle Center (IHLC), Indonesia Fashion Chamber (IFC), dan beberapa lembaga internasional (UNDP, IsDB, INCEIF, IIFM, IFSB, dan SESRIC-OIC).