Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Mari Berbahasa yang Benar dan Beretika di Ruang Digital”. Webinar yang digelar pada Rabu, 25 Agustus 2021 di Kabupaten Serang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Oka Aditya ST MM (research analyst), Anggun Puspitasari SIP MSi (Dosen Hubungan Internasional Universitas Budi Luhur Jakarta), Kiai M Jadul Maula (penulis dan budayawan), dan Kokok Herdhianto Dirgantoro (Founder dan CEO Opal Communication).

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Oka Aditya membuka webinar dengan mengatakan dalam menggunakan media digtial, diperlukan kecapakan digital, atau digital skills.

Digital skills secara luas didefinisikan sebagai keterampilan yang diperlukan untuk menggunakan perangkat digital, aplikasi komunikasi, dan jaringan untuk mengakses dan mengelola informasi.

Dalam menggunakan internet, khususnya media sosial, ada cara membuat konten yang positif dan beretika. Seperti konten yang menginspirasi, berisi pengalaman pribadi yang menuju kesuksesan, hikmah kegagalan, maupun kisah kehidupan yang menyentuh dan menggugah hati.

“Lalu konten yang mendidik, seperti tutorial, tips dan trik fotografi, video editor, memasak. Selain itu, ada konten yang informatif seperti kegiatan event, berita terbaru, review. Terakhir ada konten yang menghibur, seperti meme, humor, komik, video/gambar lucu,” ujarnya.

Anggun Puspitasari menambahkan, di dunia digital kita dapat mengekspresikan apa saja, semisal kegiatan sehari-hari yang bisa kita bagikan dengan teman-teman di sosial media. Sifat dalam media digital adalah bebas, tetapi ada sesuatu yang membatasi kebebasan kita yaitu kebebasan orang lain. Artinya, jangan sampai kebebasan yang kita sharing dapat mencelakakan orang lain.

“Ini harusnya menjadi refleksi kita masing-masing sebagai warganet di Indonesia. Jangan sampai ketika kita mencari nama kita sendiri di Google keluar jejak digital mengenai komentar-komentar negatif atau bahasa-bahasa yang tidak beretika di dunia digital. Ini menjadi salah satu hal yang harus kita waspadai,” katanya.

Jejak digital yang kita tinggalkan itu ada banyak seperti riwayat pencarian, pesan teks dalam aplikasi chat dan internet, foto dan video termasuk yang sudah dihapus, foto dan video yang ditandai, lokasi yang kita kunjungi, interaksi sosial media, dan persetujuan akses cookie.

“Mari berpikir dan cek dua kali sebelum melakukan aktivitas di dunia digital. Menjaga kesopanan dalam menyampaikan kritik dan saran. Hindari mem-posting sesuatu saat emosi. Penggunaan bahasa indoglish (Indonesia campur Inggris) tidak bisa dinormalisasi terutama dalam media digital formal,” tuturnya.

Kiai M Jadul Maula turut menjelaskan, bahasa yang benar, etika yang bagus, dan perilaku yang baik adalah indikasi dari kebudayaan kita. Sehingga budaya kita dikenal melalui bahasa dan perilaku.

Perubahan-perubahan budaya terjadi sedemikian rupa. Dahulu kita berkomunikasi melalui kata-kata (budaya tutur), lalu kemudian kita berkomunikasi melalui tulisan dan kita sekarang sudah memasuki era digital yang berkomunikasi melalui jemarimu dalam budaya tutul.

Itu menjadi anugerah anak muda sekarang untuk bisa berkomunikasi dalam waktu yang sangat cepat bisa menjangkau berbagai kawasan dengan berbagai orang di penjuru dunia. Oleh karena itu, anugerah ini perlu dijaga dan disyukuri dengan benar, tanpa kecapakan yang benar dan bertanggung jawab, teknologi digital bisa menjadi faktor perusak bangsa dan karakter manusianya.

“Dunia digital bisa lebih berbahaya daripada dunia nyata akibat kebebasan kita yang sewenang-wenang dalam berucap sehingga bisa membuat dampak yang lebih buruk dari dunia nyata. Jaga budayamu melalui jarimu dengan tujuan yang jelas, mainkan teknologinya, riyadhoh pikiran dan hati, mulailah jaga budaya kita,” paparnya.

Sebagai pembicara terakhir, Kokok Herdhianto memaparkan, dunia maya bukan dunia lain. Internet bukan dunia yang sama sekali terpisah dengan dunia offline. Apa yang kita tulis di internet akan dibaca oleh orang lain, foto, dan video kita akan disaksikan oleh orang lain.

“Di ujung sana ada manusia yang sebagian kita kenal, tapi sebagian besar tidak kita kenal sama sekali. Kegiatan offline yang diikuti oleh peserta yang bebas merekam kegiatan, harus diperlakukan sama dengan kegiatan online. Kehati-hatian lebih tetap diperlukan,” ujarnya.

Dalam sesi KOL, Reza Tama mengatakan, banyak manfaat dari dunia digital di saat sekarang platform sosial media dan e-commerce ada fitur ads ataupun iklan yang akan memudahkan seorang penjual atau entrepreneur untuk mengiklankan produk.

Salah satu peserta bernama Dwi Rahmawati menanyakan, bagaimana etika yang harus kita tanamkan bagi pengguna media sosial agar bisa memanfaatkannya secara positif tanpa melanggar etika?

“Pertama niatnya terlebih dulu ketika kita menyebarkan posting atau komen itu adalah hal-hal yang baik, terutama untuk kita yang sudah mengikuti literasi digital jangan berhenti kita. Jadi ada etika, safety, kecakapan digital itu akan menghasilkan sharing yang lebih baik,” jawab Anggun.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Serang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]