Tak ada yang pernah tahu jalan hidup seseorang. Demikian pula yang dialami Rahmah, seorang pedagang kopi asal Takengon, Aceh Tengah.
Perempuan kelahiran 16 Oktober 1966 tersebut, lahir dan besar di tengah keluarga yang menjalani tradisi sebagai petani dan pedagang kopi. Berpegang pada prinsip hidup berhasil, berani, dan jujur sekitar 20 tahun lalu, Rahmah mengawali peruntungannya menjadi pedagang pengepul kopi ceri (biji kopi). Kala itu, sembari membuka kios kecil yang menyediakan sembako, dia bertransaksi dengan para petani kopi dengan cara menukarkan kopi ceri dengan sembako seperti beras dan minyak.
Usaha tersebut berlanjut dengan mengumpulkan gabah kopi hingga green bean kopi gayo. “Awalnya, saya coba menjual lokal, kemudian merambah ke Medan. Ternyata, di Medan lebih menguntungkan. Dari sanalah saya baru mengetahui bahwa kopi gayo ini potensial untuk diekspor. Tentu ini menjadi kabar yang menggembirakan,” ucap Rahmah antusias.
Kembali bercerita, saat pertama merintis usaha, Rahmah awalnya mendapatkan pinjaman dari Bank BRI Cabang Takengon, Aceh sebesar Rp 4 juta. Modal itu lantas dipakai untuk bisa menjalankan roda bisnis.
Selalu mendukung
Berbekal keingintahuan yang besar dan kemauan untuk maju, Rahmah bertekad menjadi eksportir kopi. Dia bercerita, “Untuk bisa maju, saya harus berani dan nekat. Di Medan, saya mencari tahu mengenai seluk- beluk proses ekspor.”
“Beruntunglah karena BRI sedari awal selalu mendukung usaha saya. BRI membantu saya menjadi eksportir dengan menyediakan layanan tukar mata uang asing dan membantu menyiapkan kelengkapan perizinan dan dokumen, seperti sertifikat organik dan fair trade, termasuk cara mengirim sampel kopi ke calon buyer,” tambahnya.
Tak berhenti sampai di situ. Sembari terus mempersiapkan diri menjadi eksportir kopi, Rahmah terus memberdayakan petani kopi dan potensi daerah dari 20 desa dengan mendirikan Koperasi Ketiara. Seiring perjalanan waktu, koperasinya terus berkembang, hingga muncullah koperasi Ratu Ketiara. Lewat koperasi ini, Rahmah melibatkan sekitar 970 petani yang mayoritas perempuan dari 18 desa di Aceh Tengah.
Melalui koperasi Ketiara dan Ratu Ketiara, Rahmah menjadi seorang eksportir kopi yang andal dengan produk berlabel Kopi Gayo Ketiara. Proses ekspor diawali ke AS sebanyak 6 ton. Dengan ketekunan dan kerja keras, kini usaha Rahmah mampu mengekspor 120 kontainer per tahun dengan omzet Rp 90 miliar.
Perempuan yang memiliki 4 anak dan 2 cucu ini mengatakan jika pangsa pasar ekspornya 70 persen didominasi buyer dari negara AS. Namun, usahanya juga terus ekspansi dengan menyasar buyer dari Arab Saudi, Inggris, Australia, Taiwan, Korea, dan Jepang. Semua keberhasilan dituai tak lepas dari kegigihan Rahmah memberdayakan petani kopi di daerahnya serta dukungan pinjaman dana dan bimbingan dari BRI.
Dia bercerita, “Bermula dari modal Rp 4 juta, berlanjut menjadi Rp 8 juta, kemudian Rp 12 juta, hingga sekarang miliaran, semuanya saya dapatkan dana itu dengan menjadi debitur BRI.”
“Bahkan, bimbingan dan arahan tidak pernah terhenti. Setiap tahun, saya selalu difasilitasi BRI untuk bisa bertemu dengan para buyer dari seluruh dunia. Pernah, saya juga diundang BRI cabang New York, AS, untuk bisa bertemu langsung dengan buyer di sana,” tegasnya.
Rahmah mengaku sangat puas terhadap bimbingan dan dukungan BRI sedari awal dia berusaha hingga sekarang. “Saya ucapkan terima kasih banyak. BRI adalah napas bagi pedagang kopi seperti saya. Tanpa dukungannya selama ini, Kopi Gayo Ketiara bukanlah apa-apa. Saya berharap BRI tetap tak berubah. Tetap setia memberdayakan pengusaha lokal dan memiliki pelayanan prima,” pungkas Rahmah. [IKLAN/ AJG]
Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 12 April 2018.