Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Lindungi Diri dari Bahaya Pornografi di Dunia Digital”. Webinar yang digelar pada Kamis, 30 September 2021 di Kabupaten Tangerang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Luqman Hakim (Content Writer), Erista Septianingsih (Social Media Specialist), Dr Ayuning Budiati SIP MPPM (Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, IAPA), dan Erfan Ariyaputra (Training dan Development Expert).

Luqman Hakim membuka webinar dengan mengatakan, bahwa dalam menggunakan media sosial harus waspada terhadap pornografi.

“Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat,” katanya.

Penyebab pornografi di ruang digital sangat subur, antara lain literasi digital dan pendidikan seksual yang rendah. Belum jelasnya aturan (hukum dan norma). Dekadensi moral, ada kesempatan

Efek negatif pornografi, antara lain merusak sistem kerja otak. Memicu kecanduan dan kecemasan. Mengganggu konsentrasi dan menyuburkan sifat malas. Merendahkan sisi seksualitas seseorang. Memicu penyimpangan dan kekerasan seksual. Melanggar hukum.

“Pahami pendidikan seksual dan tumbuhkan nilai luhur, antara lain seksualitas adalah martabat yang tak ternilai. Hasrat seksual itu tidak rasional dan liar (polymorphous), norma, dan hukum adalah pawangnya. Sadari bahwa melihat konten pornografi sama dengan mengintip. Tubuh bukan komoditas, barang dan aset yang mesti dipamerkan,” pesannya.

Erista Septianingsih turut menjelaskan, etika digital (digital ethics) adalah kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette) dalam kehidupan sehari-hari.

Bahwa menggunakan media digital mestinya diarahkan pada suatu niat, sikap, dan perilaku yang etis demi kebaikan bersama. Demi meningkatkan kualitas kemanusiaan. Kita harus Waspada terhadap konten negatif, hoaks, ujaran kebencian (hate speech), dan cyberbullying.

“Tips untuk orangtua cegah anak terpapar pornografi, antara lain memberikan perhatian, kasih sayang, dan penghargaan kepada anak. Dampingi anak Ketika mengakses internet. Menyepakati aturan bersama mengenai penggunaan gawai. Memberi anak pemahaman tentang internet sehat, menempatkan komputer di ruang keluarga,” katanya.

Ayuning Budiati menjelaskan, hati-hati kecanduan pornografi sebab lebih merusak otak ketimbang narkoba, membuat bodoh otak dan suka menghayati, akan menimbulkan hasrat seksual tidak wajar, menjadi pribadi yang menyimpang, misalnya suka mastrubasi dan kehilangan daya konsentrasi.

“Cara membudayakan karakter (bahaya pornografi), antara lain mulai dari diri sendiri, dari sekarang dan dari yang kecil. Buatlah target perubahan budaya lindungi diri dari bahaya pornografi. Buatlah strategi-strategi untuk mencapainya (smart). Evaluasi secara teratur. Jadilah role model dan tularkan,” tuturnya.

Sebagai pembicara terakhir, Erfan Ariyaputra mengatakan, pornografi yaitu segala konten yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan.

“Negatifnya dari internet, dijadikan alat untuk melakukan tindak kejahatan contohnya penipuan, transaksi narkoba, terorisme, eksploitasi anak online misalnya perdagangan anak, menyebarkan konten pornografi anak dan prostitusi anak,” ujarnya.

Positifnya dari internet, antara lain hubungan dan kerja sama, memangkas durasi waktu dan jarak, menyebarkan pengetahuan, pendidikan, berbagai motivasi, dan bisnis. Ciri-ciri kecanduan pornografi, antara lain bila tegur dan dibatasi penggunaan smartphone laptopnya akan marah, mulai impulsif, berbohong, jorok, dan moody.

Dalam sesi KOL, Michelle Wanda mengatakan, kita harus membatasi dan memfilter diri kita sendiri. “Maka dari itu pentingnya cakap digital, di manapun dan banyak sekali konten negatif, cara melihatnya yaitu kemauan cara menyelaminya dan cari yang positifnya dan baiknya saja.”

Salah satu peserta bernama Zovi menanyakan, bagaimana cara mensosialisasikan kepada anak-anak agar lebih berhati-hati dan bijak dalam menggunakan media sosial dan berinternet?

“Pertama kita perlu keterbukaan orangtua kepada anak, maksudnya kita tidak dapat melarang untuk memegang gadget sepenuhnya karena perkembangan zaman tentu berbeda. Jika anak tidak bermain gadget justru takutnya akan tertinggal zaman, maka bisa dilakukan keterbukaan dengan cara membimbing anak, serta mendampingi saat anak bermain gadget,” jawab Luqman.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]