Tak dapat dipungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, maka baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Identifikasi dan Antisipasi Perundungan Digital (Cyberbullying)”. Webinar yang digelar pada Rabu, 3 November 2021 di Kabupaten Serang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Yusuf Mars – Pemred Padasuka TV, Dir. Eksekutif ITF, Sigit Widodo – Internet Development Institute, Eva Yayu Rahayu – Konsultan SDM dan Praktisi Keuangan, IAPA dan Mathelda Christy – Praktisi Pendidikan dan Training.

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Yusuf Mars membuka webinar dengan mengatakan, cyberbullying merupakan perilaku berulang yang ditujukan untuk menakuti, membuat marah, atau mempermalukan mereka yang menjadi sasaran.

“Contohnya termasuk menyebarkan kebohongan tentang seseorang atau memposting foto memalukan, tentang seseorang di media sosial,” tuturnya. Dampak cyberbullying bagi korban ada tiga.

Pertama dampak psikologis, seperti mudah depresi, marah, timbul perasaan gelisah, cemas, menyakiti diri sendiri, dan percobaan bunuh diri. Lalu dampak sosial, seperti menarik diri, kehilangan kepercayaan diri, lebih agresif kepada teman dan keluarga.

Terakhir ada dampak pada kehidupan sekolah, seperti penurunan prestasi akademik, rendahnya tingkat kehadiran, perilaku bermasalah di sekolah. “Dampaknya di sekolah terasa tidak ada iklim saling menghormati. Kesulitan belajar kerap dialami siswa, karena siswa merasa tidak aman,” ujarnya.

Dampak bagi yang menyaksikan (bystander), jika cyberbullying dibiarkan tanpa tindak lanjut, maka orang yang menyaksikan dapat berasumsi bahwa cyberbullying adalah perilaku yang diterima secara sosial.

Dalam kondisi ini, beberapa orang mungkin akan bergabung dengan penindas karena takut menjadi sasaran berikutnya dan beberapa lainnya mungkin hanya akan diam saja tanpa melakukan apapun dan yang paling parah mereka merasa tidak perlu.

Adapun cara melawan cyberbullying yakni tunjukkan prestasi, jalin pertemanan dengan banyak orang, tumbuhkan rasa percaya diri, tidak terpancing untuk melawan. Jadikan bullyan sebagai penyemangat untuk sukses, jangan menunjukkan sikap takut atau sedih, laporkan pada pihak yang berwenang.

Sigit Widodo menambahkan, ada beberapa jenis-jenis perundungan. Fisik, yakni menggunakan tubuh dan tindakan fisik untuk mengintimidasi. Termasuk di dalamnya meninju, menendang, dan serangan fisik lainnya.

“Lalu verbal, menggunakan kata-kata untuk mengintimidasi. Termasuk di dalamnya meledek, mengejek, menghina, dan melecehkan. Sosial, mengucilkan seseorang atau menyebarkan konten yang membuat korban malu atau terkucilkan,” paparnya.

Ia menjelaskan, perundungan siber adalah perundungan yang dilakukan melalui perangkat komunikasi digital, seperti SMS, email, chat, web, media sosial, atau aplikasi lainnya.

Eva Yayu turut menjelaskan, anak-anak dan remaja (dan mungkin juga orang dewasa) telah saling menindas dan mengintimidasi sejak lama, jauh sebelum adanya komputer dan internet.

Penindasan bisa berbentuk perbuatan melecehkan, mengancam, mempermalukan, mengganggu, merepotkan dan berbagai jenis perbuatan tidak menyenangkan lain yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang terhadap orang atau kelompok lain.

“Dengan meluasnya pemanfaatan teknologi informasi, perbuatan penindasan ini mengalami transformasi cara penindasan, di mana unsur perbuatan di atas masih ada. Namun berubah cara dan bentuknya,” tuturnya.

Cyberbullying merupakan perbuatan penindasan yang terjadi di ruang siber yaitu ruang di mana manusia saling berinteraksi dengan memanfaatkan teknologi informasi (termasuk jaringan internet) yang menghilangkan keterbatasan waktu dan tempat.

Cara menghadapi cyberbullying yakni korban jangan merespons. Korban tidak perlu merespons setiap materi yang bersifat intimidatif, mencaci, mengejek, menghina, atau mencela. Hal ini membuat pelaku merasa sukses dan puas sehingga terus menerus melakukan hal ini.

Bila perlu korban cukup memblokir saja akun media sosial pelaku. Umumnya perbuatan akan berhenti bila tidak ada respon dari korban. Lalu korban jangan membalas dengan perbuatan serupa. Umumnya jika ada pembalasan, pelaku cyberbullying akan terus mem-bully korban dan bahkan mungkin meningkatkan frekuensi dan kualitas serangan.

Hindari publikasi di media sosial yang memprovokasi. Sedapat mungkin dalam menggunakan media sosial kita tidak mempublikasikan materi yang memancing komentar negatif. Manfaatkan media sosial untuk berinteraksi secara wajar sesuai dengan lingkungan sosial yang ada dan tidak berlebihan menarik perhatian dan membuat sensasi.

Sebagai pembicara terakhir, Mathelda Christy menjelaskan, tips menghindari cyberbullying yakni optimalkan fitur keamanan, lindungi data diri, hindari oversharing dan think before posting.

Dalam sesi KOL, Vanda Rainy mengatakan, cara kita untuk mengatasi cyberbullying adalah kita harus mempunyai pagar diri kita sendiri dan tidak perlu dibalas jadi cukup diam saja.

“Karena kita tidak mengontrol orang untuk suka atau tidak kepada kita. Dari sisi aku, jangan mudah termakan komentar orang dan tetap fokus pada karya yang kita buat dan menurut aku diam itu lebih baik,” pesannya.

Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Beny Hendrawan menanyakan, bagaimana pendekatan orang tua untuk anak jika mengalami cyberbullying yang sudah keterlaluan?

“Orang tua harus selalu mengkomunikasikan diri dengan anak, agar si anak menjadi terbuka terhadap permasalahan yang sedang dihadapi kepada orang tua. Lalu juga selalu berikan dukungan terhadap anak agar anak tidak merasa kesendirian, karena dengan dikelilingi orang-orang yang sayang akan membantu psikologis anak,” jawab Yusuf.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Serang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.