Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.Â
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Identifikasi dan Antisipasi Perundungan Digital (Cyberbullying)”. Webinar yang digelar pada Senin, 29 November 2021 di Kabupaten Lebak, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.Â
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Ida Ayu Putu Sri Widnyani (Dosen Universitas Ngurah Rai, IAPA), Wulan Tri Astuti (Dosen Ilmu Budaya UGM, IAPA), Wulan Furrie (Praktisi dan Dosen Manajemen Komunikasi Institut STIAMI), Akhmad Nasir (Direktur DOT Studio).
Ida Ayu Putu Sri membuka webinar dengan mengatakan, menurut KBBI, perundungan adalah proses, cara, perbuatan merudung. “Diartikan sebagai seorang yang menggunakan kekuatan untuk menyakit atau mengintimidasi orang-orang yang lebih lemah darinya, biasanya dengan memaksa untuk melakukan apa yang diinginkan oleh pelaku,” jelasnya.
Kekuatan yang tidak seimbang, menjadi aspek yang membuat korban sulit mempertahankan dirinya terhadap serangan pelaku, perbedaan ini bisa secara fisik atau psikologis, misalnya pelaku memiliki badan yang lebih besar. Aksi yang berulang, pelaku biasanya menyerang korban berkali-kali dan dalam jangka waktu yang cukup lama.Â
Sementara cyberbullying seringkali dapat terjadi secara bersamaan, tapi cyberbullying meninggalkan jejak digital, yaitu sebuah rekaman atau catatan yang dapat berguna dan memberikan bukti, ketika membantu menghentikan perilaku salah ini.
Wulan Tri Astuti mengatakan hak digital adalah hak asasi manusia yang menjamin tiap warga negara untuk mengakses, menggunakan, membuat, dan menyebarluaskan media digital. Hak digital terdiri atas hak untuk mengakses, hak untuk berekspresi, dan hak untuk merasa aman.Â
Sementara hak untuk berekspresi, jaminan atas keberagaman konten, bebas menyatakan pendapat, dan penggunaan internet dalam menggerakkan masyarakat sipil. Ada tiga hal mendasar yang membedakan keduanya, yaitu perundungan siber lebih ke arah mempermalukan secara terus-menerus, adanya niat untuk menyakiti dan pelaku perundungan siber memiliki relasi kuasa yang lebih tinggi daripada korbannya.
Wulan Furrie turut menjelaskan, bullying pun sudah dipopulerkan sejak kecil dengan kegiatan MOS dan ospek. Tindakan bullying bersembunyi di balik topeng solidaritas dalam diri dan kesehatan mental kita.
Mereka yang menjadi pelaku bullying di media sosial tidak memiliki etika, sehingga tidak bisa membedakan bagaimana menyampaikan kritik, saran, dan bullying. Pejuang antibullying di Indonesia menghadapi tantangan perubahan kultur dan pola pikir yang cukup berat.Â
Sikap bijak menghadapi cyberbullying yakni mengidentifikasi pelaku, tidak merespon pesan dari pelaku, tidak memberitahukan kata sandi akun mereka termasuk keluarga atau kekasih. Para korban bisa memanfaatkan fasilitas sosial media yang telah disediakan.
Sebagai pembicara terakhir, Akhmad Nasir mengatakan, perundungan adalah perilaku tidak menyenangkan baik secara verbal, fisik maupun sosial yang diterima seseorang atau sekelompok orang.
Perundungan siber adalah fenomena baru seiring berkembangnya internet di dunia dan Indonesia. Pada kenyataannya terdapat banyak bentuk perundungan siber. Flaming adalah perang kata-kata di dunia siber dengan menggunakan bahasa yang mengandung amarah, vulgar, mengancam, dan merendahkan.Â
Harassment adalah perundungan siber yang menggunakan kata-kata kasar, menyerang, dan melecehkan seseorang secara berulang-ulang. Pelecehan ini umumnya menimpa selebritas dan politikus Indonesia.Â
Denigration adalah perundungan siber yang dilakukan dengan cara menuliskan postingan atau komentar hinaan yang bohong, gosip kejam, dan rumor tentang seseorang untuk merusak reputasi. Beberapa kasus bahkan membuat laman khusus di media sosial untuk mempermalukan seseorang.
Dalam sesi KOL, Abraham Kevin mengatakan, perlu untuk kita mempunyai tingkat literasi digital yang baik agar bisa membawa kita untuk dapat lebih bijak dalam menggunakan media digital.Â
“Jangan sampai kita ikut dan mudah terprovokasi atas suatu informasi yang belum jelas kebenarannya serta juga tidak gampang terpengaruh oleh cyberbullying atau perundungan di media digital yang merupakan salah satu kejadian atau kasus yang marak terjadi dan ditemukan di media digital,” katanya.Â
Salah satu peserta bernama Siti Nurbaya menanyakan, bagaimana deteksi dini yang bisa kita dilakukan untuk mencegah terjadinya kekerasan di dunia digital ini?
“Dimulai dari lingkungan yang sehat dulu maka penting bagi orangtua untuk dapat menjarkan pendidikan karakter yang baik semenjak dini kepada anak,” jawab Ida.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Lebak. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]