Media massa bukan hanya media cetak tapi juga media elektronik atau digital. Banyak sekali media massa yang tergolong “abal-abal” seperti yang tersebar di  media sosial dan biasanya dikelola secara perorangan.

Seringkali informasi yang disebarkan mereka hanya bertujuan untuk viral saja dan belum tentu bermanfaat ataupun benar subtansinya. Dengan kata lain, informasi yang disajikan pihak-pihak tersebut sering lupa menerapkan nilai-nilai Pancasila.

Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Konten Positif yang Siap Viral”. Webinar yang digelar pada Jumat, 6 Agustus 2021, diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.

Dalam forum tersebut hadir Yulius Wibowo (Founder dan CEO Rumah Kopi Tuni), Widiasmorojati (business consultant dan CEO Enterprise Solution), M Arief Rosyid Hasan (Komisaris Independen Bank Syariah Mandiri), Dr Putu Eka Trisna Dewi SH MH (Dosen Universitas Ngurah Rai dan IAPA), dan Ayu Rachmah (automotive enthusiast dan influencer) selaku narasumber.

Dalam pemaparannya, Widiasmorojati menyampaikan informasi bahwa kita harus membuat konten yang berdasar pada sila-sila dalam Pancasila. Misalnya, secara ideologi negara tidak membatasi warga negaranya untuk memeluk agama tertentu. Ini bukan hanya relasi kita terhadap Tuhan tetapi juga terhadap sesama manusia. Jadi, sebelum membuat konten harus kita lihat dulu tujuannya, apakah itu tujuan yang baik dan tidak menyinggung SARA?

Terkait sila kedua, lanjut Widiasmorojati, nilai utamanya adalah setara dan bagaimana kita memanusiakan manusia. Sila ketiga, Persatuan Indonesia, nilai utamanya adalah harmoni. Penting untuk kita mengutamakan keharmonisan dalam konten yang akan kita hasilkan. Selanjutnya sila keempat, di sini nilai utamanya adalah demokratis. Dalam membuat konten, walaupun sudah bersifat positif, kita harus menilai apakah sudah bijaksana, yaitu menilai kepentingan orang lain dalam ruang digital?

“Sila terakhir terkait dengan membuat konten yang saling menguntungkan bukan saling merugikan. Terapkan hal-hal tersebut, maka terciptalah sebuah ekosistem digital yang baik,” jelasnya.

Ayu Rachmah selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa pandemi ini membuat kita jadi lebih sering mencoba untuk meng-upgrade skill yang sebelumnya belum pernah dilakukan. Ditambah lagi, menurutnya, dunia digital sekarang semakin berkembang dan kita sebagai pengguna media digital sangat difasilitasi dengan konten-konten yang baik.

Sekarang ia menjadi lebih produktif dengan membuat konten dari hobi dan bisa mendapatkan penghasilan dari sesuatu yang disukai dan itu menyenangkan sekali. Ia menyarankan agar menjadikan hatespeech sebagai saran dan kritikan. Suatu pacuan juga untuk kita bisa lebih berkembang.

Namun, Ayu juga sangat menyayangkan bahwa saat ini juga ada banyak konten viral yang bersifat negatif. Walau begitu, ia ingatkan agar harus lebih selektif lagi dan lebih hati-hati atas dampak negatif dari konten yang di-share maupun yang kita terima.

Salah satu peserta bernama Putri bertanya, “Bagaimana mengedukasi generasi milenial khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk dapat membuat konten digital yang tidak hanya kreatif dan inovatif tapi juga bernilai positif?”

Widiasmorojati menjawab, “Sebenarnya cukup mudah dengan menjadikan Pancasila sebagai pedoman dasar dalam kita melakukan aktivitas. Terutama dalam membuat konten. Kita harus bijaksana. Prinsip dalam membuat konten adalah saling membutuhkan, berarti saling menguntungkan, dan bukan saling merugikan.”

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Barat. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]