Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Tips and Trick Berjejaring di Dunia digital”. Webinar yang digelar pada Selasa (6/7/2021) di Kabupaten Serang itu, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Ilham Faris (Kaizen Room), Arief Hidayatullah Sikom MSi (Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi STISIP Bima), Indah Suryawati SSos MSi (dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Budi Luhur Jakarta), dan Delviero Nigel Matheus (Kaizen). Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety.
Hoaks
Ilham Fariz membuka webinar dengan mengatakan, perubahan yang kita rasakan dalam 20 tahun terakhir, terkait perkembangan teknologi begitu cepat.
“Teknologi baru berarti adalah tantangan baru. Efek perubahan tersebut yaitu kita semakin menjauh dari nilai Pancasila, sedangkan Pancasila adalah ideologi pemersatu yang bisa diandalkan untuk menjaga keberagaman kita,” kata Ilham.
Salah satu penyumbang keretakan persatuan bangsa adalah website penyebar hoaks atau berita bohong. Hoaks paling sering beredar menyangkut sosial politik, selebriti, agama, bencana dan ras.
Menurut Ilham, ciri-ciri hoaks ialah judulnya provokatif, alamat situs jarang terdengar, foto kualitas rendah dan tidak relevan, disebar melalui screenshoot. “Mengapa orang bisa menyebarkan hoaks? karena merasa menang memiliki berita yang membenarkan tingkahnya, ingin terlihat lebih mengerti,” paparnya.
Dampak hoaks sendiri adalah membuat orang tidak percaya dengan kita, susah untuk mempercayai informasi yang sebenarnya, memutus silahturami dengan orang sekitar, membuat orang lain merasa di rendahkan, dan bisa terkena sanksi hukum (UU ITE).
Arief Hidayatullah menambahkan media sosial dapat dikatakan juga dengan istilah massa. “Media massa merupakan teknologi komunikasi untuk menyampaikan atau menerima pesan, media komunikasi yang bersifat personal tapi memiliki jangkauan yang luas, memiliki fungsi informatif, edukatif, serta entertain dan memadukan antara komunikasi intrapersonal (pesan personal) dengan komunikasi massa,” kata Arief.
Selain itu, ia juga menjelaskan bahwa masyarakat digital adalah masyarakat yang struktur sosialnya adalah jaringan dengan mikro-elektronik berbasis informasi digital dan teknologi komunikasi.
Interaksi
Masyarakat digital identik dengan kebiasaan interaksi dengan media baru, melalui konsep metode baru dalam berkomunikasi di dunia digital dan memungkinkan orang- orang dari kelompok kecil berkumpul secara online, berbagi, menjual dan menukar barang serta informasi.
“Masyarakat digital melakukan interaksi tidak hanya bertatap muka, hadir secara fisik, ragawi, seperti masa lalu, tetapi virtual melalui media sosial,” jelas Arief.
Sebagai salah seorang pembicara, Indah Suryawati memaparkan, teknologi informasi (digitalisasi) merupakan hasil budaya manusia. Dalam konteks kehidupan sosial, digitalisasi menimbulkan konsekuensi dan dampak yang besar, baik itu positif maupun negatif.
“Guna menghidari dampak negatif, selalu hati-hati dalam berkonekasi, perhatikan apa yang kita tulis, hapus informasi yang memberi pengaruh negatif, serta manajemen waktu,” paparnya.
Manajemen waktu menjadi masalah yang cukup pelik, karena banyak pecandu internet yang tidak paham kapan memutuskan untuk disconnect dan shutdown gadge. “Sebelum akut, maka time management sangat perlu. Batasi diri dan kendalikan diri karena tak akan ada habisnya jika dituruti. Get a real life,” kata Indah.
Seperti halnya narkoba, internet pun juga bisa bikin orang kecanduan sampai harus direhabilitasi. Dilansir The Washington Post, sebanyak 10 persen remaja di Korea Selatan kecanduan internet, sampai tidak tahu bagaimana cara hidup yang benar di kehidupan nyata. Menanggapi fenomena itu, pemerintah kemudian mendirikan kamp untuk pecandu internet.
Delviero Nigel mengakhiri webinar dengan menjelaskan bahwa karakteristik digital society adalah tidak menyukai aturan yang mengikat atau tidak suka diatur-atur, senang mengekspresikan diri, belajar bukan dari instruksi melainkan dengan mencari, tidak ragu untuk mendownload dan upload.
Selain itu, mereka senang sekali menggunakan media sosial seperti Instagram. Padahal media sosial menjadi salah satu sarana untuk mengambil sata pribadi. “Penyebab kejahatan dunia maya adalah berasal dari pengguna itu sendiri, yakni penggunaan software/aplikasi/website dan internet,” kata Delviero.
Berinternet aman
Adapun cara mencegah kebocoran data pribadi, yakni kurangi jumlah data yang kita bagi, blokir pelacakan aplikasi, dan cari tahu soal aplikasi. “Beberapa cara aman dalam berinternet seperti gunakan password yang sulit dan selalu log out jika akun log in di perangkat lain, dan meminimalisir penggunaan free wifi di publik,” pungkasnya.
Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Reza menanyakan, dengan keberadaan internet, belakangan ini banyak konten-konten viral sering bermunculan di media sosial.
Masalahnya, isi konten tersebut ada yang memang sengaja dibikin untuk meresahkan masyarakat. Kira-kira, bagaimana respons kita sebagai penikmat media sosial ketika melihat adanya konten tersebut sering bermunculan?
“viral tapi bikin meresahkan sederhana saja cukup informasi itu berhenti di kita jangan di teruskan lagi karena kita tahu hal-hal yang tidak positif atau negative harus dihentikan supaya mengurangi keresahan orang lain, dan kita bisa melaporkan ke aparat terkait untuk memberikan tindakan kepada orang-orang yang sudah membagikan informasi tidak akurat tersebut,” jelas Arief.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Serang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.