Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Menjadi Netizen yang Cerdas di Mata Dunia”. Webinar yang digelar pada Kamis, 1 Juli 2021, di Cilegon itu diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Yuli Setiyowati (Kaizen Room), Dr Dian Berkah (Founder dan Komisaris Utama Berkah Fintek Syariah), Maureeen Hitipeuw (Kaizen Room), dan Dedy Triawan (CTO of MEC Indonesia).
Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Yuli Setiyowati membuka webinar dengan menjelaskan, pengguna internet di Indonesia pada 2020 mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi.
Selain itu, pertumbuhan pengguna media sosial juga tinggi, dan jumlah ponsel yang terkoneksi internet juga makin banyak. Oleh karena itu, dibutuhkan kecakapan digital (digital skill).
“Digital skill adalah kemampuan menggunakan perangkat keras atau kemampuan dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras,” kata Yuli. Menurut Yuli, situs yang lalu lintasnya paling tinggi, yaitu Youtube, Whatsapp, dan Instagram.
“Netizen cerdas yaitu yang mampu menggunakan berbagai aplikasi digital sebelum menggunakannya, lalu menghindari posting-an konten hoaks, provokasi, ujaran kebencian, dan SARA. Dan, dengan tetap menjaga privasi tetap aman dan terjamin,” jelasnya.
Sementara itu, Maureeen Hitipeuw berpendapat, dalam melakukan kegiatan di dunia digital, diperlukan digital ethics, yakni kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital dalam kehidupan sehari-hari.
“Etika berinternet di antaranya jangan menggunakan huruf besar/kapital. Apabila mengutip dari internet, kutiplah seperlunya. Sementara itu, etiket berinternet, yaitu menulis e-mail dengan ejaan yang benar dan kalimat sopan, tidak menggunakan huruf kapital semua,” jelas Maureen.
Kita semua manusia, sekalipun saat berada di dunia digital, ikutilah aturan seperti dalam kehidupan nyata pengguna internet berasal dari bermacam negara yang memiliki perbedaaan bahasa.
“Contoh perilaku yang tidak baik adalah menyebar kebohongan tentang seseorang, mengirim pesan atau ancaman yang menyakitkan via chat, dan menuuliskan kata-kata menyakitkan di kolom komentar,” lanjut Maureen.
Dedy Triawan menambahkan, ada beberapa jenis cybercrime, yaitu akses tanpa izin ke sistem, konten ilegal, pemalsuan data, mata-mata siber, pemerasan siber, pelanggaran HAKI, dan pelanggaran privasi. “Langkah-langkah yang bisa dilakukan guna menjaga privasi ketika berselancar di dunia maya, yakni sering-seringlah mencari nama Anda sendiri melalui mesin pencarian Google, mengubah pengaturan privasi atau keamanan, pahami, dan gunakan fitur setting pengamanan ini seoptimal mungkin.”
Sebagai pembicara terakhir, Dian Berkah, menjelaskan, digitalisasi adalah proses konversi dari analog ke digital karena digitalisasi fokus pada pengoptimalan proses internal. Seperti otomatisasi kerja, meminimalisasi penggunaan kertas, dan lain sebagiannya. Tujuannya tidak lain untuk mengurangi biaya.
“Sederhananya, digitalisasi adalah penggunaan teknologi digital dan data-data yang telah terdigitalisasi untuk memengaruhi cara penyelesaian sebuah pekerjaan,” jelas Dian.
Ia menambahkan, saat ini, terdapat problem pada masyarakat, saat sebagian besar pengguna internet tidak termotivasi untuk memanfaatkan teknologi guna mendapat potensi lain, dan hanya menjadi pengguna saja pada era digitalisasi ini.
“Solusinya yaitu dengan pentingnya memiliki sikap profesional, memperluas pergaulan, upgrade keilmuan, mengasah kemampuan berkomunikasi, dan mengasah hobi yang bisa bermanfaat untuk orang lain,” ujarnya.
Salah satu peserta bernama Nava Mileniasari menanyakan, dalam budaya digital ini bagaimana kita menanggapi akun yang membicarakan mengenai agama dan condong memojokkan agama lain?
“Pada dasarnya, wilayah agama adalah wilayah yang personal, semua ada standarnya. Oleh karena itu, kita harus sadar aktif dan kita jangan mengikuti konflik yang ada karena lebih baik kita melakukan hal yang positif walau ada juga netizen yang dibayar untuk itu. Tapi, kita ambil aja semua yang positifnya saja, negara juga sudah mengatur betul mengenai hal-hal tersebut,” jelas Dian.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Cilegon. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.