Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Bersama Lawan Kabar Bohong (Hoaks)”. Webinar yang digelar pada Selasa, 16 November 2021 di Kabupaten Tangerang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Rusman Nurjaman (Peneliti dan Penulis), Rahmawati (Trainer Making Indonesia 4.0 LEMHANNAS RI dan Dosen Universitas Mulawarman), Erwan Widyarto (Mekar Pribadi Penulis dan Jurnalis), dan Erista Septianingsih (Kaizen Room).
Rusman Nurjaman membuka webinar dengan mengatakan, saat ini terdapat ironi banjir informasi yang malah memunculkan kebingungan. Keterbukaan informasi memunculkan kompleksitas baru, yang memerlukan adaptasi baru. Demokratisasi informasi belum diimbangi literasi informasi/digital yang memadai. Disinformasi mewabah di berbagai platform digital, seiring dengan meningkatnya penetrasi pengguna internet.
Disinformasi atau hoaks adalah bentuk penipuan yang bertujuan membuat kelucuan atau membawa bahaya. Menurut KBBI, hoaks adalah berita bohong, informasi palsu, atau kabar dusta. Hoaks merupakan bagian dari gangguan informasi.
“Berita bohong perlu dilawan karena menimbulkan kepanikan, menggerus ekonomi, pembodohan publik, menimbulkan perpecahan, menghilangkan empati,” tuturnya. Maka diperlukan cakap digital atau digital skill.
Digital skill adalah kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan lunak, teknologi informasi, internet, dan komputer (TIK) serta sistem operasi digital. Bisa mengoperasikan komputer, ponsel pintar, menggunakan layanan pesan, layanan media sosial, layanan perbankan, belanja daring, merupakan contoh bentuk kecakapan digital.
Tips sebelum membagikan informasi yakni lakukan verifikasi sebelum membagikan, cek fakta, urgensi, dan manfaat. Internet adalah sumber informasi, dari informasi bermutu sampai informasi sampah. Hanya karena ada di halaman pertama mesin pencarian, bukan berarti itu pasti benar, sebab, perlu dipastikan kebenaran data dan kredibilitas sumber.
Rahmawati menambahkan, digital ethics adalah kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette) dalam kehidupan sehari-hari.
Jaga keamanan jejak digital dengan cara pikir ulang sebelum mengunggah konten, bijak berinternet dengan tidak mudah terpancing konten negatif, waspada terhadap penjahat siber terutama mengunggah data pribadi, aktifkan verifikasi akun untuk mencegah aktivitas yang mencurigakan.
Menurutnya, hoaks mampu memengaruhi pikiran manusia secara masal dalam waktu singkat dengan biaya murah dan sulit dilacak. Ciri-ciri hoaks yakni berisi pesan yang membuat cemas atau panik para pembaca, terdapat kemiripan alamat website dengan media besar.
Lalu menggunakan judul yang spektakuler, meminta untuk di-share/diviralkan, tidak mencantumkan nama penulis artikel/sumber tidak jelas dan memanipulasi foto/gambar. Alasan ilmiah hoaks mudah dipercaya di Indonesia yakni hanya membaca judul tanpa membaca isi keseluruhan dari suatu kabar.
Apabila ada kabar yang mewakili perasaannya saat itu, mayoritas akan langsung membagikan. Hanya percaya pada sumber tertentu dan terlalu mengagungkan sumber tersebut. Tidak mempercayai sumber lain yang dianggap berbeda golongan/ tidak sependapat.
Sebagian besar orang Indonesia tidak bisa membedakan antara satire dan hoaks. Kebanyakan membenarkan suatu kabar karena sering melihat kabar “lewat” di linimasa media sosial. Kebanyakan enggan mencari kebenaran berita dan verifikasi ulang, beberapa tidak mengetahui caranya.
Erwan Widyarto turut menjelaskan, saat berinteraksi dengan pengguna internet lainnya atau pengguna media digital lainnya, kita harus memperhatikan bagaimana kita berinteraksi serta dampak dari interaksi.
Rambu itu bernama etika digital. Etika digital sebagai prinsip-prinsip moral yang mengatur perilaku seseorang dalam melakukan aktivitas dengan media digital, membantu kita dalam membuat pilihan-pilihan tindakan yang benar dan sadar. Memilih menjadi teknologi menjadi anugerah, bukan musibah.
Etika digital berorientasi pada penciptaan “daya tahan digital” artinya masyarakat memiliki kemampuan untuk mendapat anugerah, manfaat positif dari kehadiran media digital.
Sebagai pembicara terakhir, Erista Septianingsih mengatakan, ada beberapa alasan menyebarkan hoaks, di antaranya bentuk partisipasi, pengakuan/eksistensi, profit, provokasi, dan propaganda.
“Mulai perangi hoaks, dan penipuan penipuan online dimulai dari Whatsapp Group keluarga, cek dan ricek link yang dikirimkan, jika tidak menggunakan tanda gembok, bukan https, dan menggunakan URL yang aneh, pastikan itu adalah hoaks atau link palsu, pastikan double kroscek informasi yang kita terima ke mesin pencari,” jelasnya.
Dalam sesi KOL, Jonathan Jorenzo mengatakan, dengan adanya kemajuan teknologi yang pesat dan akhirnya kita terbiasa kita semakin aktif, dan cukup besar banget, maka kita harus berkolaborasi dan kerja sama.
“Karena itulah solusinya untuk memerangi konten negatif tersebut, kita tidak boleh membanjiri konten-konten yang menipu dan memanfaatkan digital yang negatif, kita juga harus tau adanya hukum yang berlaku dan UU yang berlaku. Dengan adanya kemajuan teknologi kita harus bisa beradaptasi,” pesannya.
Salah satu peserta bernama Audi Intan menanyakan, bagaimana cara untuk membentuk kewaspadaan yang dapat menahan diri untuk tidak semakin menanggapi informasi negatif agar tidak semakin naik popularitasnya?
“Jadi memang kita kadang terhanyut dengan mudah sekali dengan dinamika diruang digital yang relative berjalan begitu cepat, dan ada jutaan informasi yang berbeda sehingga kita sulit untuk mencerna informasi ruang digital yang berseliweran yang akan kita konsumsi. Dengan adanya literasi digital maka kita bisa berhati-hati untuk menahan diri tidak meneruskan berita hoaks atau konten-konten yang memuat kejahatan atau penipuan,” jawab Rusman.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]