Dalam dunia digital dan modern seperti sekarang, internet sudah menjadi hal yang sangat wajar. Internet juga menjadi salah satu kebutuhan pokok yang tidak terpisahkan dari kehidupan kita sehari-hari.
Tantangan terbesar dalam menghadapi perkembangan zaman ini adalah keamanan dalam mengakses informasi di internet. Tidak hanya mengamankan perangkat, tetapi juga cara kita menerima, memahami, dan membagikan informasi harus diperhatikan agar tidak turut berkontribusi menjadikan ruang digital penuh hoaks dan ancaman lainnya.
Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Bangkit dari Pandemi dengan Literasi Digital”. Webinar yang digelar pada Kamis, 29 Juli 2021, diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.
Dalam forum tersebut hadir Muhammad Iqbal (comic artist dan ilustrator), Abdul Rohim (Redaktur Langgar.co), Asep Deni MPd (Direktur Pendidikan Idrisiyyah Foundation), Roza Nabila (Kaizen Room), dan Lutfi Agizal (aktor, Youtuber, dan influencer) selaku narasumber.
Asep Deni mengatakan, dampak dari pandemi yang hampir dua tahun ini ternyata banyak sekali. Kerugian dari segi ekonomi, sektor pendidikan, UMKM, dan pekerjaan lainnya banyak sekali. Persentase penduduk miskin pun meningkat 0,97 persen akibat pandemi. Selain itu, masyarakat Indonesia sangat mudah terkena hoaks. Maka dari itu, saring dulu sebelum sharing. Berkat adanya internet, kalau ingin terkenal dalam arti kontroversial itu sangat mudah saat ini, karena masyarakat lebih tertarik dengan konten negatif daripada positif.
“Dengan penggunaan platform digital yang semakin meningkat, kita harus mengatur dan mensiasati supaya konten positif lebih banyak dari pada negatif. Makna berbicara saat ini berubah bukan berbicara dalam arti yang sebenarnya, tetapi kini melalui pembuatan konten. Maka dari itu buatlah konten-konten yang positif untuk menyampaikan hal-hal yang positif juga,” katanya.
Lutfi Agizal juga berpendapat, Indonesia sangat terkenal dengan masyarakatnya yang ramah. Namun, baru sekitar satu tahun lalu Microsoft mengadakan survei yang memperlihatkan bahwa netizen Indonesia adalah yang paling tidak ramah se-Asia Tenggara. Guru sebenarnya merupakan salah satu konten kreator pertama di dunia, tapi sekarang konten tentang pendidikan sangat sedikit.
Ia menekankan pada pendidikan karena apapun yang sering kita ajarkan akan menjadi kebiasaan. Kalau sudah menjadi kebiasaan akan sulit untuk diubah, sehingga penting untuk mendorong pendidikan yang berkualitas dan juga positif demi membentuk suatu kebiasaan yang baik pula. Ia juga percaya bahwa semua manusia mempunyai cara untuk menyembuhkan dirinya sendiri tanpa bantuan obat. Ia menceritakan ketika diserang haters. Ia selalu berusaha produktif dan menjadi seseorang yang positif dengan cara dia sendiri.
Salah satu peserta bernama Sri bertanya, “Bagaimana cara kita menyikapi pandemi ini, mengingat saat ini banyak tersebar konten-konten negatif serta hoaks, sedangkan kita mendapatkan informasi atau berita dari online atau media sosial?”
Abdul Rohim menjawab, sebelum mempercayai suatu berita ada baiknya kita mengecek kebenarannya terlebih dulu. Jangan langsung dipercaya apalagi men-share berita yang belum tentu benar. Memang saat ini kita mendapatkan berita kebanyakan dari media sosial, tetapi untuk mencegah semakin tersebarnya berita negatif atau hoaks harus dimulai dari diri kita dulu.
“Ingat, jangan asal percaya, apalagi sekarang banyak berita yang clickbait dan hanya mengandalkan judul saja,” kata Abdul.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Timur. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]