Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Menciptakan Ruang Digital yang Aman dari Kekerasan Seksual Online”. Webinar yang digelar pada Jumat, 13 Agustus 2021 di Pandeglang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Dr Nia Sarinastiti MA (Dosen Senior Ilmu Komunikasi Unika Atmajaya), Jota Eko Hapsoro (Founder dan CEO Jogjania.com), Novi Widyaningrum SIP MA (Researcher Center for Population and Policy Studies UGM), dan Adetya Ilham (Kaizen Room).
Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Nia Sarinastiti membuka webinar dengan mengatakan, ada beberapa pengetahuan dasar yang harus dimiliki dalam digital skills.
“Yaitu pengetahuan dasar mengenai lanskap digital internet dan dunia maya, pengetahuan dasar mengenai aplikasi percakapan dan media sosial, pengetahuan dasar mengenai mesin pencarian informasi, cara penggunaan dan pemilihan data. Pengetahuan dasar mengenai aplikasi dompet digital dan transaksi digital,” tuturnya.
Ia menjelaskan, mayoritas pelecehan online terjadi di media sosial, mengingat berapa banyak waktu yang dihabiskan sebagian besar pengguna di platform tersebut. Jaringan sosial yang luas sering dikombinasikan dengan anonimitas.
Sehingga, dapat mengarah pada kenyataan bahwa segala sesuatu yang di-posting, berpotensi untuk menjadi sasaran penyalahgunaannya. Bentuk pelecehan seksual, yaitu candaan seksual, kirim foto, video, audio, email, teks, stiker seksual, body shaming, rayuan seksual yang berlebihan, diperlakukan sebagai alat pemuas hasrat.
Jota Eko Hapsoro menambahkan, ada kenaikan pelecehan seksual pada masa pandemi. Oleh karena itu, jangan sampai ketika dekat sama seseorang, membuat kita lupa untuk menjaga privasi.
“Ruang digital merupakan tanggung jawab keluarga, yang berperan dalam melakukan pengenalan pendampingan dan pengawasan aktivitas digital khususnya pada anak. Lalu lembaga pendidikan, yang berperan dalam melakukan pembekalan dan edukasi formal,” tuturnya.
Menurut Jota, ruang digital juga merupakan tanggung jawab jajaran pemerintah dalam membuat dan menegakan regulasi. Industri teknologi dengan peran dalam menyediakan berbagai macam produk teknologi yang aman dari berbagai tindak kejahatan, dan warga digital, yang berpartisipasi secara dalam menjaga lingkungan digital yang aman.
Novi Widyaningrum turut menjelaskan, cyber hacking yaitu penggunaan teknologi secara ilegal atau tanpa persetujuan, untuk mendapatkan akses terhadap suatu sistem dengan tujuan mendapatkan informasi pribadi, mengubah suatu informasi, atau merusak reputasi korban.
Impersonation yaitu penggunaan teknologi untuk mengambil identitas orang lain dengan tujuan mengakses suatu informasi yang bersifat pribadi, menghubung korban, atau membuat dokumen–dokumen palsu.
Cyber stalking yaitu penggunaan teknologi untuk menguntit dan mengawasi tindakan atau perilaku korban yang dilakukan dengan pengamatan langsung atau pengusutan jejak korban.
“Lindungi diri dari penindasan siber dan predator online dengan lakukan diskusi bersama orang yang dipercaya tentang risiko predator online. Jika kamu berpikir berhadapan dengan risiko cari dukungan dari sekolah mereka, pekerja sosial, dan polisi,” tuturnya.
Sebagai pembicara terakhir, Adetya Ilham menjelaskan, keamanan digital (digital safety), yaitu kemampuan individu dalam menganalisa, mempolakan, menerapkan, menganalisis, dan meningkatkan tingkat keamanan digital dalam kehidupan sehari–hari untuk kegiatan positif.
“Tindakan pengamanan digital paling besar yakni perlindungan identitas digital, seperti identitas seseorang sebagai pengguna platform media digital. Perlindungan data pribadi. Tunjukkan perilaku baik di dunia maya. Periksa pengaturan akun dan kata sandi. Jangan menyebarkan rumor,” ujarnya.
Dalam sesi KOL, Gina Sinaga mengatakan, pada pelecehan seksual kita selalu menyalahkan korbannya. “Kita selalu sibuk menyalahkan. Kalau kita menjadi orang yang di-share video yang vulgar kuncinya stop di kita. Harus adanya empati. Stop diri jangan disebarluaskan,” pesannya.
Salah satu peserta bernama Hani Andri menanyakan, bagaimana jika ada seseorang yang melakukan pelecehan di sosial media, apakah orang tersebut bisa ditindak pidana?
“Kalau ada pelecehan dan teror, kalau sudah sampai tahap seperti itu bisa dilaporkan ke pihak berwajib. Bisa blokir orang tersebut kalau kita diteror dan tidak berbuat salah. Sebab bila kita biarin bisa kena mental dan emosi, tetapi kalau sampai ancaman bisa dilaporkan,” jawab Adetya.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Pandeglang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]