Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Menciptakan Ruang Digital yang Aman dari Kekerasan Seksual Online“. Webinar yang digelar pada Senin (25/10/2021) di Kabupaten Tangerang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Roza Nabila – Kaizen Room, E. Sumadiningrat – Mekar Pribadi, Praktisi Pendidikan & Seniman, Ari Ujianto – Penggiat Advokasi Sosial dan Diana Belienda – Founder DND Culinary.
KBGO
Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Roza Nabila membuka webinar dengan mengatakan, saat ini kekerasan berbasis gender online (KBGO) meningkat 7 kali lipat selama pandemi.
“KBGO adalah sebagai bentuk kekerasan yang bertujuan menyerang gender dan seksualitas baik orang atau pihak lain yang difasilitasi teknologi internet,” katanya. Adapun jenis-jenis KBGO yakni cyber recruitment, memanipulasi korban sehingga ia tergiring ke dalam situasi yang merugikan dan berbahaya.
Lalu malicious distribution content, ancaman distribusi foto/video pribadi untuk tujuan pemasaran. Scammer, aktivitas mengirim atau mengunggah foto telanjang maupun setengah bugil atau mengirim pesan teks bermuatan seksual tanpa persetujuan.
Terakhir ada morphing, penggunaan gambar/video dengan tujuan merusak reputasi orang yang berada dalam konten tersebut. Waspada trik pelaku pelecehan seksual untuk memanipulasi korban, antara lain menjebak korban, meyakinkan korban kalau tindakannya wajar, membuat korban merasa bersalah dan ancaman atau godaan terselubung.
Antisipasi kekerasan berbasis gender online, yaitu batasi komunikasi dengan orang yang baru dikenal melalui media digital, hindari mengirim foto apapun apalagi wajah dan seluruh badan, apabila terlanjur berkenalan, telusuri profil orang tersebut setidaknya sampai benar-benar mendapatkan identitas aslinya.
- Sumadiningrat menambahkan, digital ethics adalah kemampuan menyadari, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital dalam kehidupan sehari-hari. Tiga kunci yang haru kita punya yaitu, menyadari, mempertimbangkan, dan mengembangkan.
“Fenomena pelecehan, yang dapat disertai dengan pelecehan offline yakni online harassment, pelecehan berulang-ulang melalui pesan, perhatian, dan/atau kontak yang tidak diinginkan. Ancaman langsung kekerasan seksual atau fisik. Komentar kasar. Penghasutan terhadap kekerasan fisik. Konten online yang menggambarkan perempuan sebagai objek seksual. Penggunaan gambar tidak senonoh untuk merendahkan wanita,” tuturnya.
Seringkali, pelaku kekerasan berbasis gender online dan offline adalah orang-orang terdekat. Untuk itu, perlu untuk memasang dan menjaga kerahasiaan PIN atau password pada gawai/perangkat elektronik pribadi lainnya, terutama yang menyimpan data-data pribadi.
Kekerasan seksual
Ari Ujianto turut menjelaskan, kekerasan seksual yaitu setiap perbuatan berdasarkan perbedaan berbasis gender yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual, atau psikologis, termasuk ancaman terjadinya perbuatan tersebut.
“Kita harus kenali dan tangani dengan cara selalu waspada, bekali diri dengan keterampilan atau alat untuk membela diri, lakukan perlawanan, pukul kelaminnya, belajar dari kasus yang ada,” ujarnya.
Sebagai pembicara terakhir, Diana Belienda mengatakan, digital safety yaitu kemampuan individu dalam mengenali, memolakan, menerapkan, menganalisis, dan meningkatkan tingkat keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari.
“Kita dapat melindungi privasi dengan cara pisahkan akun pribadi dengan akun publik, cek dan atur ulang pengaturan privasi, ciptakan password yang kuat dan nyalakan verifikasi login, jangan sembarang percaya aplikasi pihak ketiga, hindari berbagi lokasi pada waktu nyata, berhati-hati dengan URL yang dipersingkat,” ucapnya.
Cara menghindari pelecehan seksual di media sosial, antara lain blok konten online yang menggambarkan perempuan sebagai objek seksual, pikirkan baik-baik apabila mengirimkan foto kepada siapapun terutama orang asing di media social, blok akun yang kirim pesan mengganggu seperti ancaman atau hate speech yang berisi pelecehan.
Hal yang bisa kita lakukan untuk korban kekerasan seksual yaitu dengan berhenti menyudutkan, saatnya kita membantu korban, dengan cara dengarkan dan percaya, tunjukkan empati dengan setia mendengarkan keluh kesah dan ceritanya, katakan langsung padanya bahwa Anda sepenuhnya berada di sisinya.
Gunakan kalimat yang suportif, alih-alih menggunakan kalimat “kenapa kamu nggak melawan” lebih baik ucapkan “tenang kamu nggak sendirian”. Buat mereka merasa nyaman, korban atau penyintas kekerasan seksual sangat butuh dukungan moral dari orang-orang di sekitarnya. Untuk itu, beri dia ruang privasi yang aman dan nyaman.
Dalam sesi KOL, Billy Wardana mengatakan, mengenai menciptakan ruang digital yang aman dari kekerasan seksual online, yaitu yang bisa membantu diri ini adalah diri kita sendiri.
“Sebelum teman-teman menggunakan social media juga harus memahami 4 pilar literasi digital, agar lebih paham lagi dalam menggunakan sosial media, untuk jangka panjang dengan hanya mengandalkan emosi semata itu tidak baik di dalam social media,” pesannya.
Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Andra Ibrahim menanyakan, bagaimana mengubah mindset baik yang menjadi korban agar pelecehan seksual mau melapor maupun lingkungannya agar tidak terjadi pengucilan terhadap korban?
“Memang benar banyak yang terjadi korban kekerasan, dan kenapa terjadi tapi tidak melapor dan korban menjadi salah, dan jika kekerasan seksual kebanyakan yang dibullying adalah korbannya, jadi yang harus dilakukan jika teman-teman terkena pelecehan seksual bisa dibicarakan atau memberitahukan teman terdekat, lalu bisa meminta bantuan dari psikolog dengan bercerita langsung kepada mereka,” jawab Roza.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.