Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, Kominfo menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Amankan Data Pribadimu, Sekarang!”. Webinar yang digelar pada Senin, 19 Juli 2021 di Tangerang Selatan, ini diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Panji Gentura (Project Manager PT WestmooreTech Indonesia), Novi Widyaningrum SIP MA (Peneliti Center for Population and Policy Studies UGM), Yoga Regawa Indra (UMKM Mart dan HdG Team), dan Eka Y Saputra (web developer dan konsultan teknologi informasi).
Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Panji Gentura membuka webinar dengan mengatakan, hampir semua orang di dunia, saat ini mempunyai Twitter.
“Di Indonesia saja ada 14 juta pengguna Twiter. Jadi, kita sangat suka bermain dengan Twitter,” ujarnya. Panji menambahkan, jejak digital terutama di media sosial bukan hanya tulisan. Jejak digital itu apa saja yang kita buka, berapa lama kita melakukan scroll.
“Jangan lupa dengan Google, bagaimana caranya teknologi menangkap dari semua jejak digital sosial media. Siapa yang membuat pertama kali jejak digital, mind your tweet itu kita harus lebih aware lagi saat menggunakan media sosial,” jelasnya.
Novi Widyaningrum menambahkan, komunikasi digital memiliki karakteristik komunikasi global yang melintasi batas-batas geografis dan batas-batas budaya. Setiap batas geografis dan budaya juga memiliki batasan etika yang berbeda negara, daerah, dan generasi.
“Untuk itulah pentingnya etika dalam berdigital. Etika adalah pedoman perilaku yang sifatnya mutlak. Sedangkan etiket adalah pedoman tingkah laku ketika berinteraksi dengan orang lain yang sifatnya relatif,” tuturnya.
Ia menambahkan, ada 2 jenis data pribadi, yaitu data pribadi umum seperti nama lengkap, jenis kelamin, kewarganegaraan, agama, data dikombinasikan untuk di identifikasi seseorang, dan data pribadi bersifat spesifik.
“Yaitu informasi kesehatan, data biometrik, data genetika, catatan kejahatan, data anak, data keuangan pribadi, kehidupan orientasi seksual, pandangan politik, dan sebagainya,” jelas Novi.
Potensi kejahatan bisa terjadi seperti jual beli data, pendaftaran akun pinjaman online, ambil alih akun, meretas akun layanan, kepentingan telemarketing, dan intimidasi atau cyberbullying. “Menjadi warga digital yang baik dengan cara berpikir kritis melakukan saring sebelum sharing, meminimalisasi unfollow, unfriend, dan block untuk menghindari echo chamber dan filter bubble, dan gotong-royong kolaborasi kampanye literasi digital,” ucapnya.
Yoga Regawa Indra mengatakan, dalam ruang digital ada ruang baru, cara interaksi baru, budaya baru, interaksinya ada sosial media, chat, video, applikasi, games, marketplace, e-money, dan lain-lain. “Perilaku digital itu membentuk perilaku seharian dan sebaliknya. Kita adalah apa yang kita baca, kita klik, kita pelototi, kita beli, kita create, dan kita share.”
Menurut One Step Ahad tingkatan SDDS, yaitu tanpa ada sumber daya manusia, pelaku kejahatan yang selalu berkembang akan selalu selangkah lebih depan (dari penegak hukum). “Hacking biasanya lewat pancing dan menggoda atau memaksa kita melakukan sesuatu. Cara paling mudah mengamankan data diri adalah dengan hilangkan rasa penasaran tanpa mencoba dan hapus budaya kepo berlebihan,” jelas Yoga.
Sebagai pembicara terakhir, Eka Y Saputra mengatakan, sebenarnya hacker itu inovator bukan penyintas. Sebab, hacker menemukan celah di sistem lalu memanipulasi sistem sesuai kebutuhan dengan menggeser fungsi dan mengubah mekanisme sistem.
“Sementara cracker itu dengan menggeser mekanisme, mengubah fungsi sistem untuk kepentingan tertentu yang mengakibatkan kerugian pihak lain. Seperti halnya mencuri karya digital dan menyalah gunakan data pribadi orang lain,” ungkap Eka.
Manipulasi sosial berupa spamming (serangan pesan masif) dan phising (jebakan pengisian data). Biasanya obyek dari spamming dan phising bisa saja diambil dari data pribadi di internet seperti website, media sosial, dan marketplace.
“Cara pencegahan penyalahgunaan data adalah dengan batasi eksistensi di internet dengan seleksi data diri yang akan dipublikasikan, pahami aturan perlindungan data pribadi, dan gunakan sistem atau aplikasi pengamanan data,” imbuh Eka.
Peserta bernama Doni menceritakan bahwa dirinya kehilangan card keeper pada Februari lalu, akibat jatuh dari dasbor motor. Sebulan kemudian, banyak tagihan pinjol masuk mengancam menyebar data dan menelpon perusahaan, padahal ia tidak pernah berurusan dengan pinjol.
“Apakah ada hubungannya dengan kehilangan tempat kartunya? Lalu apa yang harus dilakukan?” tanyanya.
“Jika dibilang apa ada hubungannya dengan kehilangan tempat kartu, menurut analisa saya sudah pasti ada hubungannya. Jika sudah seperti itu segera laporkan ke polisi, langsung blokir-blokir jika itu terkait dengan bank,” jawab Panji.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Tangerang Selatan. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]