Kelompok Dialog Bisnis 20 (B20) Indonesia mendukung adanya standar global dalam penyusunan laporan keberlanjutan (sustainability report) sebagai bagian dari penguatan tata kelola usaha yang berkelanjutan (sustainable governance). Hal ini disebabkan karena laporan keberlanjutan yang sesuai standar internasional akan mampu membantu para pelaku bisnis untuk menjaga kelangsungan investasi pada bisnisnya.

Di era saat ini, investor tidak hanya tertarik pada laporan keuangan yang menjelaskan keuntungan perusahaan saja. Investor masa kini lebih tertarik pada perusahaan yang menjalankan bisnis yang mengacu pada prinsip-prinsip lingkungan, sosial dan tata kelola usaha atau environment, social and governance (ESG).

Pernyataan ini disampaikan oleh Ketua B20 Indonesia Shinta Widjaja Kamdani dalam kegiatan webinar bertajuk “B20 Side Event: Global Baseline for Business and Investors: B20 – IAI – IFAC – ISSB Outreach” yang dilaksanakan pada Rabu (22/6) siang secara daring.

Kegiatan ini merupakan kegiatan kolaborasi antara Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) bersama Integrity and Compliance Task Force, International Federation of Accountants (IFAC), serta International Sustainability Standards Board (ISSB).

Kegiatan ini merupakan webinar kedua yang dilaksanakan oleh Integrity and Compliance Task Force, setelah pada bulan April lalu diselenggarakan roundtable discussion bertema keberlanjutan.

Laporan keberlanjutan

“Data dari IFAC menyebut, dari 1.400 bisnis hanya 51 persen saja yang memiliki laporan keberlanjutan. Ini yang harus kita selesaikan bersama karena dari laporan tersebut, perusahaan akan bisa dinilai stabilitas keuangannya. Laporan ini juga bisa menjadi perlindungan investor dalam berinvestasi,” kata Shinta.

Saat ini, lanjut dia, diperkirakan terdapat 600 laporan berbasis prinsip ESG berstandar global yang memiliki interpretasi berbeda tentang keberlanjutan. Karena itu, sangat penting untuk memiliki standar penyusunan laporan keberlanjutan yang konsisten, yang mampu merepresentasikan aspek-aspek transparansi dan aspek lainnya seperti keseimbangan, kejelasan, akurasi, penjadwalan, perbandingan serta keandalan, yang dapat dikonfirmasi.

Seperti diketahui, pada 3 November 2021, International Financial Accounting Standard (IFRS) Foundation Trustees menyampaikan ide adanya standardisasi bagi International Sustainability Standards Board (ISSB), untuk membantu investor internasional mendapatkan akses terhadap kualitas, transparansi, keandalan dan laporan terkait lingkungan, sosial dan tata kelola usaha.

Hal ini bertujuan untuk penyampaian sebuah aturan dasar yang bersifat global bagi sebuah laporan berkelanjutan yang komprehensif dan memenuhi standar yang berlaku secara internasional.

Pada 31 Maret 2022 lalu, ISSB telah mempublikasikan Exposure Draft of IFRS Sustainability Disclosure Standard yang terdiri atas IFRS S1 persyaratan umum tentang Disclosure of Sustainability-related Financial Information dan IFRS S2 Climate-related Disclosure.

Pedoman IFRS S1 meletakkan dasar rangkaian laporan berkelanjutan yang terkait dengan pembukaan informasi keuangan perusahaan, yang menjadi dasar bagi laporan berkelanjutan yang berhubungan dengan informasi keuangan yang komprehensif. Sedangkan IFRS S2 berisi persyaratan yang harus dipenuhi perusahaan dengan tujuan pemberian informasi kepada investor, yang memungkinkan investor dapat mengakses informasi terkait nilai perusahaan bagi lingkungan.

Pendapat dari Ketua B20 Indonesia Shinta Widjaja Kamdani tersebut dikuatkan dengan pernyataan resmi dari Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid, yang juga hadir memberikan sambutan dalam kesempatan tersebut. Tahun ini, Kadin Indonesia berperan sebagai penyelenggara kegiatan B20 dan telah menyelenggarakan beberapa forum diskusi serupa yang melibatkan pelaku bisnis di Indonesia.

Menurut Arsjad, dengan perkembangan standar keberlanjutan global (sustainability global standard), investor kini tidak hanya melihat dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan, namun juga isu lingkungan dan tata kelola usaha.

“Ada tiga bottomline yaitu profit, people dan planet. ESG adalah nilai kita,” katanya.

Di antara pelaku bisnis anggota Kadin Indonesia, terdapat perubahan positif yang mulai dirasakan di Indonesia, yakni semakin banyak pelaku bisnis di sektor privat di Indonesia yang memiliki dan mendeklarasikan laporan keberlanjutan mereka.

Menariknya, laporan sudah disusun sesuai ketentuan standardisasi nasional yang berlaku. Hanya saja pergeseran ini belum menyeluruh dilaksanakan, khususnya di kalangan pelaku industri kecil atau Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), yang saat ini jumlahnya sekitar 64,7 juta pebisnis dan mewakili 60 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.

“Ini tantangan besar untuk laporan berbasis ESG yang transparan karena banyak UMKM yang belum paham keberadaan laporan berkelanjutan,” kata Arsjad.

Tantangan lainnya, penyusunan laporan berbasis ESG relatif kompleks dalam pengerjaannya dan juga mahal karena seringkali menggunakan jasa konsultan khusus.

Meski banyak tantangan terkait penyusunan laporan keberlanjutannya, Arsjad meyakini bahwa Kadin Indonesia adalah tempat terbaik dalam mengenalkan dan meningkatkan lansekap ESG global kepada pengusaha di Indonesia.

Kadin Indonesia yang keanggotaan di dalamnya terdiri atas para pelaku industri, baik perusahaan besar, UMKM, swasta maupun pemerintah, adalah khalayak yang tepat untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya keberadaan IFRS Sustainability Disclosure Standards, sebagai sarana komunikasi antara perusahaan dengan investor global. Laporan keberlanjutan ini diyakini akan mampu memberikan dampak positif bagi masyarakat.

Atas dasar itu di tahun 2022 ini, Kadin Indonesia akan menginisiasi sebuah kerja sama bisnis berbasis ESG yang pertama di Indonesia, yang akan didukung oleh pemerintah Indonesia dan para pemangku kepentingan.

Arsjad selaku Ketua Kadin Indonesia memandang positif kegiatan ini karena akan mampu membantu meningkatkan kesadaran pelaku bisnis terhadap IFRS Sustainability Disclosure Standards, yang akan berkontribusi positif terhadap investasi dan bisnis yang berkelanjutan. “Karena itu sangat dibutuhkan laporan keberlanjutan yang memiliki standar supaya bisa diterapkan secara seragam antar perusahaan,” jelasnya.

Strategis

Sejalan dengan pernyataan Ketua Kadin Indonesia Arsjad Rasjid, Ketua Dewan Pengurus Nasional (DPN) Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Prof Mardiasmo yang hadir dalam acara webinar tersebut, juga menyambut baik kegiatan sosialisasi pentingnya standarisasi penyusunan dan pengembangan laporan keberlanjutan ini, sebagai sebuah event kolaborasi yang menjadi bagian dari kegiatan Presidensi G20 Indonesia.

Menurutnya, posisi Indonesia sebagai Ketua G20 di tahun 2022 ini sangat strategis karena mampu meningkatkan kepercayaan dunia internasional terhadap aksi global penyelamatan perubahan iklim bagi komunitas bisnis di Indonesia.

Lewat kegiatan ini, IAI bertekad untuk membangun dan mengoptimalisasikan laporan berbasis ESG yang kuat di Indonesia, sesuai dengan misi utama yang akan diusung pada Kongres IAI ke-14 yang akan berlangsung pada 13-15 Desember 2022 mendatang.

B20

IAI akan memperjuangkan perubahan aturan dasar di organisasinya untuk mengakomodasi serangkaian standar yang berlaku dalam penyusunan laporan berbasis sustainability governance.

“Ini merupakan bentuk kepercayaan pemerintah dan stakeholder yang telah mempercayakan laporan bisnisnya pada IAI,” kata Mardiasmo.

Dalam sambutannya, Mardiasmo tidak hanya mengapresiasi kegiatan ini sebagai sebuah kegiatan yang mampu membantu mempromosikan tata kelola perusahaan yang berkelanjutan dengan meningkatkan transparansi, komparabilitas dan integritas dari sebuah laporan berkelanjutan. Kegiatan ini juga menyemangati para akuntan Indonesia untuk membuat sebuah kontribusi positif dalam rangkaian kegiatan Presidensi G20.

Dengan keanggotaan lebih dari 3 juta akuntan yang tersebar di 135 negara dimana IAI menjadi bagian dari asosiasi akuntan internasional IFAC, Mardiasmo optimistis akan terbentuk jaringan internasional yang kuat di antara sesama akuntan dari banyak negara, yang bertujuan untuk mengoptimalkan laporan berbasiskan sustainability governance dengan menitikberatkan pada isu yang berkembang.

Mardiasmo mengatakan, untuk mendukung sumber daya manusia yang akan menyelenggarakan sistem pelaporan berkualitas tinggi, IAI telah menerbitkan sertifikasi Chartered Accountant (CA) Indonesia sebagai identitas profesionalisme akuntan Indonesia yang diakui secara global. CA Indonesia dapat menjawab kebutuhan komunitas bisnis dalam mempersiapkan pelaporan keuangan berkualitas tinggi berbasis ESG dan sustainability governance di Indonesia.

Chair dari B20 Integrity and Compliance Task Force Haryanto T. Budiman juga menyambut baik terselenggaranya kegiatan ini. Menurutnya, event kedua yang diselenggarakan oleh Integrity and Compliance Task Force terkait dengan pembahasan rumusan perubahan standar laporan berkelanjutan (global baseline of sustainability-related disclosure standards) ini penting didiskusikan karena isu keberlanjutan pada dasarnya sudah lama dibicarakan sejak tahun 1960an, namun kini ruang lingkupnya semakin luas.

“Bukan hanya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang lingkungan, sosial dan tata kelola usaha, namun juga untuk membahas akses untuk menjalin kerja sama baru yang dapat menjaga profitabilitas jangka panjang,” katanya.

Dengan adanya standardisasi penulisan laporan keberlanjutan tersebut, Haryanto berharap adopsi laporan keberlanjutan menjadi bekal utama bagi perusahaan dalam mengangkat isu keberlanjutan ke tahap selanjutnya.

Kondisi laporan yang berbeda-beda saat ini membuat perbandingan yang setara menjadi sulit dan berpotensi menjadi penghalang dalam transisi menuju sustainable economy. Dengan demikian, panduan yang jelas mengenai laporan keberlanjutan ini menjadi esensial untuk menjamin kualitas dan konsistensi yang baik dari informasi yang terkandung dalamnya.

Tujuannya untuk mendukung cita-cita perusahaan menjadi pemenang di antara pesaingnya, dengan menggunakan kombinasi pencapaian keuangan yang berkualitas, yang diimbangi juga dengan pencapaian ESG yang memberikan nilai bagi perusahaan.

Agenda tata kelola yang berkelanjutan juga menjadi prioritas utama dalam rekomendasi pada policy paper Integrity and Compliance Task Force. Tujuan policy paper yang diusulkan oleh Integrity and Compliance Task Force adalah untuk mendorong sektor swasta, pemerintah, dan masyarakat sipil untuk percaya dan sepakat dalam kerangka pemikiran dan komitmen keberpihakan pada isu keberlanjutan, serta menggeser paradigma dari yang bersifat sukarela menjadi sebuah kewajiban.

“Perusahaan yang memiliki laporan keberlanjutan yang matang akan memiliki posisi yang lebih baik untuk memenuhi tuntutan yang terus berkembang dari para pembuat keputusan dan pemangku kepentingan. Hal ini selaras dengan tujuan kami untuk menciptakan sebuah legacy dari Integrity & Compliance Task Force B20 Indonesia,” jelas Haryanto lagi. [*]