Internet bukan dunia yang sama sekali terpisah dengan dunia nyata. Apa yang kita tulis di internet akan dibaca oleh orang lain, dan foto dan video kita akan disaksikan oleh orang lain. Dalam berinteraksi di internet, perlu kita sadari bahwa di ujung sana ada manusia yang sebagian kita kenal, namun sebagian besar tidak kita kenal sama sekali.

Terkait dengan itu, kita sebagai pengguna media digital perlu juga pahami bahwa hukum yang berlaku di dunia luring juga berlaku di dunia daring. Adapun beberapa aturan dan hukum yang berlaku di ranah internet Indonesia, seperti KUHP dan KUH Perdata, Undang- Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 (Perubahan UU ITE), serta Undang- Undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi. Memahami aturan-aturan tersebut dan juga dampaknya akan mengarahkan kita menjadi pengguna media digital yang lebih bijak dan cerdas.

Menyikapi hal itu, maka lembaga Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Bijak Kenal UU ITE, Jaga Dunia Digital”. Webinar yang digelar pada Rabu, 10 November 2021, pukul 09.00-11.30 diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.

Dalam forum tersebut hadir Muhammad Bima Januri, ST, MKom. (Co-Founder Localin), Jeffry Yohanes Fransisco (CEO JFAutowear), Mikhail Gorbachev Dom (Peneliti Institut Humor Indonesia Kini), Jota Eko Hapsoro (Founder & CEO Jogjania.com), dan Suci Patia (Penulis) selaku narasumber.

Dalam pemaparannya, Jeffry Yohanes Fransisco menyampaikan informasi penting bahwa di ruang digital kita harus mempunyai responsibility, yaitu berpikir dan bertanggung jawab terhadap konten yang diunggah. Lalu yang kedua empathy; harus berpikir dan berempati akan akibat konten yang diunggah terhadap perasaan orang lain. Ketiga adalah authenticity, yaitu harus tetap otentik dan siap berjaga terhadap semua konten yang diunggah. Keempat ada discernment, yaitu harus kritis mengevaluasi informasi atau konten online yang diperoleh sebelum mengambil tindakan terhadapnya. Terakhir harus ada integrity, yaitu sikap melakukan hal yang benar, berani menyuarakan kebenaran, dan melawan perilaku negatif di dunia online. Di era perubahan ini harus tetap bijak; bijak memberikan informasi dengan tidak menyebarkan hoaks, pornografi, penipuan, hate speech/ujaran kebencian, ataupun menimbulkan keributan. Lalu harus selalu menjaga privasi orang lain, sopan berkomentar, meminta izin jika menggunakan karya orang lain, dan tidak lupa mengucapkan salam dan terima kasih saat berinteraksi.”

Suci Patia selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa UU ITE menjadi batasan untuk kita agar tidak asal ketik di ruang digital. Memang butuh kecakapan digital karena literasi digital ini sangat penting agar membuat kita mampu memilah dan memilih mana berita yang fakta dan opini, dan mempunyai bekal critical thinking. Banyaklah berdiskusi ke arah yang akan membawa kita berwawasan luas, bekali diri dengan kemampuan untuk berpikir kritis, karena kalau tidak punya skill itu kita akan mudah terprovokasi yang menyebabkan terjadinya komentar yang tidak baik di media sosial. Ia ajak kita semua untuk sebarkan hal-hal baik di media sosial, karena positivity itu menular. Inti dari yang ia sampaikan adalah gunakan media sosial untuk melakukan sesuatu yang besar, manfaatkan potensi kalian, dan wadahi potensi kalian di media sosial daripada hanya mengkonsumsi konten orang lain.

Para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Salsabila menyampaikan pertanyaan “Bagaimana menyikapi banyaknya anak di bawah umur yang sudah piawai menggunakan media sosial, karena tanpa sadar anak-anak jadi mudah sekali melihat konten negatif? Adakah perlindungan dari aplikasi agar tidak dapat diakses oleh anak di bawah umur?”

Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh Muhammad Bima Januri, ST, MKom, bahwa kini anak-anak sudah memegang digital sejak lahir; mereka dari lahir sudah terbiasa memegang gadget, dan mau tidak mau kita sebagai orang tua harus lebih pintar daripada anaknya. Jangan biasakan memberikan mereka gadget dan menonton TikTok. Memang sudah ada aturan usia, tapi kemudian diakses oleh anak kita, lalu mengapa kita yang marah ke yang punya platform? Harus disadari bahwa yang salah adalah orang tuanya. Oleh karena itu, kita sebagai orang tua harus bisa mengarahkan anak kita dalam penggunaan gadget, termasuk dalam membatasi penggunaannya juga agar tidak mengalami kecanduan atau salah akses konten.”

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Timur. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten. Juga, bagi yang ingin mengetahui tentang Gerakan Nasional Literasi Digital secara keseluruhan bisa ikuti akun Instagram @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.