Pagaralam, Sumatera Selatan, dan perkebunan kopi sejatinya telah menjadi sebuah entitas sejak masa kolonial. Bertani kopi menjadi mata pencaharian turun-temurun yang kini mulai diwariskan pada generasi keempat. Kendati demikian, ketenaran kopi Pagaralam belum juga mencapai puncak.
“Kopi robusta dari Pagaralam bisa dibilang sebagai satu-satunya robusta yang ditanam di ketinggian. Kopi robusta di sini ada di ketinggian 1.000–1.800 meter. Rasanya pun khas, lebih asam dan pekat,” terang Muhammad Gerut Halibi (26), yang merupakan generasi keempat petani kopi dari Pagaralam.
Pemuda yang akrab disapa Halibi itu lebih jauh menjelaskan, meski di desanya kini total memiliki kurang lebih 500 ribu hektar lahan kopi, kesejahteraan petani kopi belum seperti yang diharapkan. Petani belum mampu mandiri, penghasilan pun hanya mengandalkan musim panen kopi setiap setahun sekali. Penghasilan dari kopi pun tidak berkelanjutan, karena setelah masa panen biasanya juga pendapatan segera menipis.
“Harga (kopi) segitu-gitu aja. Kalau mau naik ya harus ada perubahan,” tegas Halibi. Ia mengaku, kesadaran petani tentang mutu produk yang masih rendah, tidak selalu memetik buah kopi yang telah benar-benar matang yakni berwarna merah, dan kurangnya pemasaran menjadi faktor yang perlu perhatian lebih saksama. Yang diutamakan bukan lagi kuantitas, melainkan kualitas.
“Walaupun jumlah panen sedikit, tapi kalau kopi berkualitas, harga pasti mahal,” tambahnya.
Didorong kemauan untuk membaktikan diri pada desa dan demi meningkatkan kesejahteraan petani kopi, pada pertengahan tahun lalu Halibi menginisiasi didirikannya UKM kopi “Pagaralam Menyeduh”. Menerapkan sistem koperasi, UKM ini menjadi rumah bagi 8 petani.
“Mengajak petani kopi untuk bergabung dengan UKM itu susah sekali. Tapi biasanya kalau sudah berhasil kan akan kasih efek positif ke petani kopi yang lain dan mau bergabung,” ujarnya lagi.
Menerapkan sistem koperasi, UKM kopi “Pagaralam Menyeduh” menemukan titik terang menuju perubahan dengan adanya kerja sama dengan BRI lewat program Teras BRI Nusantara. Kegiatan pemberdayaan masyarakat dari BRI untuk petani kopi di Pagaralam ini digawangi sejak Desember 2017. BRI menggandeng coffee roaster asal Palembang, Kevin David, untuk memberi pembekalan dan pelatihan kepada para petani kopi di Pagaralam tentang cara memproses kopi yang berkualitas.
Potensi tinggi
Kevin pengusaha kopi yang juga debitur BRI ini mengakui, kopi robusta asal Pagaralam memiliki potensi tinggi untuk dikembangkan. Hanya, banyak hal yang harus dibenahi terutama pada proses pengolahannya. “Mereka juga harus mengembangkan varian. Yang sekarang kan dengan teknik natural, tapi juga perlu dicoba dengan honey atau washed process. Hasil kopi di setiap daerah itu kan punya karakter sendiri dan punya takaran processing yang berbeda-beda. Nah, inilah yang mesti digali (dari Pagaralam),” lanjut Kevin.
Langkah pertama dari program pengolahan kopi hasil kerja sama dengan BRI ini akan diawali dengan melakukan studi banding. Kevin menyarankan untuk melakukan studi banding ke wilayah Kabupaten Kerinci, Jambi, yang pada tahun lalu meraih predikat nasional sebagai “Kopi Terbaik se-Indonesia” dalam Festival Kopi di Jakarta.
“Di sini bisa dilihat petani kopi Kerinci yang dengan fasilitas seadanya, tetapi dengan diarahkan, bisa menghasilkan produk berkualitas dan sekarang sudah naik daun. Yang utama harus dilakukan memang studi banding, lalu bicara proses produksi dan quality control,” terang Kevin.
Halibi pun melihat, studi banding amat perlu dilakukan untuk memberi gambaran pada petani kopi di desanya tentang cara sistem kolektif dijalankan. “Selama ini di sini sistemnya perorangan. Kami perlu meniru sistem kolektif yang sudah berhasil diterapkan di tempat lain. UKM juga kan bentuknya koperasi. Jadi, anak-anak petani nanti juga bisa bekerja di koperasi untuk menambah penghasilan. Toh di sini ada banyak pekerjaan yang bisa dilakukan. Ini bisa jadi salah satu solusi untuk tetap punya penghasilan setelah masa panen kopi,” pungkas Halibi.
Para petani kopi berharap, program pengembangan dan pelatihan dari BRI ini diharapkan menjadi peluang untuk meningkatkan ekonomi desa dan kian menguarkan aroma kopi dari Pagaralam. [ADT]
Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 2 Mei 2018.