Berita bohong atau hoaks adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya, dan bertujuan membuat kita merasa tidak aman, tidak nyaman, dan kebingungan. Dalam kebingungan, kita akan mengambil keputusan yang lemah, tidak meyakinkan, dan bahkan salah.
Ciri hoaks itu biasanya mereka minta disebarluaskan. Grup WhatsApp menjadi platform yang paling sering digunakan untuk menyebarkan berita hoaks. Belum dicek kebenarannya, tetapi beritanya sudah disebar duluan. Setiap informasi apapun yang kita dapatkan, harus dicek terlebih dulu.
Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Menjadi Netizen Pejuang, Bersama Lawan Hoaks”. Webinar yang digelar pada Kamis, 21 Oktober 2021, diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.
Dalam forum tersebut hadir Annisa Choiriya (Kaizen Room), Antonius Galih Prasetyo (Sosiolog dan Penulis), Khuriyatul Husna (Universitas Lancang Kuning dan IAPA), M Ihsan FA (Guru MA Nur Iman Sleman dan Entreprenuer), dan Audrey Chandra (News Presenter) selaku narasumber.
Dalam pemaparannya, Khuriyatul Husna menyampaikan bahwa penyebab banyak berita hoaks karena kita sebagai pengguna tidak memiliki kemampuan dan kemauan untuk mengelola informasi. Lalu apa yang dilakukan ketika memperoleh informasi? Pertama, kita harus analisis siapa yang memproduksi atau mengirim informasi, dan apa tujuan informasi itu dibuat.
Kedua, lakukan verifikasi, cross check dengan mencari sumber informasi yang kredibel. Kemudian evaluasi, apakah informasi ini benar? Apakah informasi ini penting? Apakah informasi ini bermanfaat bagi keselamatan dan perbaikan situasi masyarakat jika disebarkan? Setelah itu, ada langkah partisipasi, dengan memproduksi dan menyebarkan konten positif di internet.
“Terakhir adalah kolaborasi. Bersama dengan pengguna lain memerangi konten negatif. Agar kita terhindar dari hoaks, aktivitas digital dilakukan dengan memperhatikan etika digital, yaitu lakukan etika digital dengan penuh kesadaran, integritas, tanggung jawab, dan kebajikan,” jelasnya.
Audrey Chandra selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa kita harus tahu siapa yang menginspirasi kita, siapa yang kita idolakan. Kita harus “kepo” dengan mencari tahu. Misalnya, seseorang yang ada di media sosial belum tentu jati diri aslinya seperti itu. Kita pelajari orang itu seperti apa, kita cari tahu orang yang menjadi inspirasi kita, apakah memang benar-benar baik.
Ketika kita menjadikan sharing sebagai bahan diskusi, kita menjadi tidak asal sebar karena semuanya kita saring terlebih dulu. Untuk itu, kita harus pintar dan makin cakap digital. Kalau menerima berita baca sampai habis, cari tahu terlebih dulu, dan perhatikan sumbernya.
Anak-anak muda juga harus berkolaborasi dengan orangtua, tidak berarti kita tidak butuh orangtua karena kita lebih cakap dalam hal digital. Para orangtua memiliki etika yang lebih baik dibanding generasi muda saat ini.
Salah satu peserta bernama Raffa Dwi S menyampaikan, “Adanya teknologi komunikasi modern membuat penyebaran hoaks saat ini semakin banyak. Adakah solusi supaya kita bisa memiliki budaya berdigital yang baik di era kemajuan teknologi saat ini yang membuat kita susah membedakan mana berita yang benar dan mana berita bias?”
Pertanyaan tersebut dijawab Antonius Galih Prasetyo. Sebelum kita sharing, cek data, cek sumber, dan bersikap kritis terlebih dulu. Kita harus bersikap skeptis juga sebetulnya, karena banyak juga berita yang valid tidak perlu untuk di-share.
“Jadi, banyak pertimbangan yang harus dilakukan sebelum kita sharing suatu berita. Tidak perlu dikit-dikit sharing, karena tidak semua berita itu penting untuk dibagikan,” jawabnya.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Pusat. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]