Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Literasi Digital sebagai Sarana Meningkatkan Pengetahuan Agama yang Humani”. Webinar yang digelar pada Senin, 13 September 2021 di Kabupaten Lebak, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Tb Ai Munandar (Dekan FTI Universitas Serang Raya Banten), Dr Momon Andri Winata MPd (Kepala MAN 2 Serang), Denisa N Salsabila (Kaizen Room), dan Eka Y Saputra (web developer dan konsultan teknologi informasi.
Tb Ai Munandar membuka webinar dengan mengatakan, kita dapat menggunakan filter dalam mencari suatu informasi di Google. Selain itu, kita juga dapat memanfaatkan situs penggunaan kata kunci. Sebagai contoh, ketika ingin mencari rumah makan populer di Yogyakarta, kita dapat mengetikkan kata kunci “kuliner Yogyakarta”.
“Tips mencari referensi pengetahuan agama di ruang digital, yakni pastikan kita mengetahui secara jelas kredibilitas situs penyedia informasi. Pastikan penyedia informasi menuliskan atau mencantumkan sumber informasi dengan jelas,” tuturnya.
Kemudian, jika perlu jangan mengambil referensi pengetahuan agama dari sumber yang bersifat open source, seperti Wikipedia atau penulis yang menggunakan media blog yang alamatnya meragukan. Sebab, sumber open source memungkinkan siapa saja untuk mengedit, menambahkan, dan mengubah informasi yang ada. Jika tidak mengetahui situs penyedia informasi, dapat menggunakan mesin pencari dengan tetap mencari informasi pembanding.
Momon Andri Winata menambahkan, dampak rendahnya pemahaman atas nilai Pancasila, yakni tidak mampu memahami batasan kebebasan berekspresi dengan perundungan siber, ujaran kebencian, pencemaran nama baik, atau provokasi yang mengarah pada segregasi sosial (perpecahan/polarisasi) di ruang digital.
“Lalu, tidak mampu membedakan keterbukaan informasi publik dengan pelanggaran privasi di ruang digital. Tidak mampu membedakan misinformasi,” tuturnya. Adapun kecakapan digital yang mewujudkan nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, yakni produksi konten berlandaskan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.
Denisa N Salsabila turut menjelaskan, etika digital (digital ethics) adalah kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette) dalam kehidupan sehari-hari.
Bahwa menggunakan media digital mestinya diarahkan pada suatu niat, sikap, dan perilaku yang etis demi kebaikan bersama. Demi meningkatkan kualitas kemanusiaan. Salah satu contoh konten negatif, yakni berita bohong atau hoaks.
“Hoaks adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya. Bertujuan membuat masyarakat merasa tidak aman, tidak nyaman, dan kebingungan. Dalam kebingungan, masyarakat akan mengambil keputusan yang lemah, tidak meyakinkan, dan bahkan salah,” katanya.
Etika dalam komunikasi di ruang digital, yakni menggunakan kata-kata yang layak dan sopan. Waspada dalam menyebarkan informasi yang berkaitan dengan SARA, pornogafi, dan kekerasan. Menghargai karya orang lain dengan mencantumkan sumber dan membatasi informasi pribadi yang ingin disampaikan.
Sebagai pembicara terakhir, Eka Y Saputra mengatakan, lingkup audiens dapat kita mulai dengan cara menentukan platform yang akan digunakan terlebih dulu, dimulai dari individu diri kita sendiri, yaitu melalui suatu pesan pribadi.
“Selanjutnya, yaitu suatu organisasi atau aliran yang menggunakan grup media sosial kemudian dalam hal publik bisa di-share langsung ke publik, tentunya suatu informasi yang akan di-share itu bukan hoaks, harus recheck dulu sebelum publik menerima informasi tersebut,” pesannya.
Dalam sesi KOL, Ayonk mengatakan, media digital memberikan banyak sekali kemudahan bagi kita dalam menjalankan kehidupan pada saat ini. Dengan adanya media sosial, kita dapat mengembangkan bakat kita atau kelebihan kita yang tentunya dalam artian yang positif, misalnya membuat konten positif.
“Beranilah memulai suatu hal baru dengan meningkatkan ide kreativitas, karena kesempatan kita untuk dapat berkembang dengan baik di media digital. Janganlah gampang terprovokasi atas suatu isu yang ada di masyarakat terutama isu provokasi atau agama, jangan sampai informasi hoaks itu bisa meruntuhkan persatuan dan kesatuan kita sebagai umat beragama,” paparnya.
Salah satu peserta bernama Ari menanyakan, bagaimana cara penggunaan internet untuk menambah pengetahuan agama?
“Gunakanlah internet untuk hal-hal yang positif dan sesuai dengan kebutuhan kita. Jangan gunakan untuk kegiatan yang negatif, sebisa mungkin mencari referensi terutama yang berhubungan dengan agama tidak melalui link open source tetapi lebih baik menggunakan sumber yang tepercaya seperti jurnal dan hasil penelitian lainnya,” jawab TB Ai.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Lebak. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]