Tak dapat dipungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, maka baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “”Cara Berinteraksi dan Berkolaborasi di Ruang Digital Sesuai Etika”. Webinar yang digelar pada Senin, 1 November 2021 di Jakarta Barat, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni AAM Abdul Nasir – assistenprofesi.id, AA Subandoyo – Klipaa.com, Dr Arfian, MSi – Dosen Universitas Azzahra Jakarta dan Konsultan SDM dan Aidil Wicaksono – CEO Pena Enterprise.
Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. AAM Abdul Nasir membuka webinar dengan mengatakan, dalam menggunakan media digital, diperlukan kecakapan digital.
“Kecakapan digital adalah kemampuan kita untuk memahami, mengarahkan dan memanfaatkan teknologi internet dengan literasi data dan informasi,” tuturnya. Sementara kemampuan digital adalah bagaimana kita bisa memahami teknologi internet sebuah sistem komunikasi global yang menghubungkan jaringan komputer di seluruh dunia.
Lalu juga mengarahkan teknologi internet dengan literasi data dan informasi kearah yang positif kreatif dan produktif, memanfaatkan literasi data dan informasi untuk kepentingan diri, keluarga dan masyarakat khususnya di bidang Pendidikan, ekonomi, Kesehatan, keamanan dan kenyamanan.
Dr Arfian menambahkan, siapapun tanpa terkecuali, ketika online (menggunakan internet), harus menjunjung tinggi dan menghormati nilai kemanusiaan, kebebasan berekspresi, perbedaan dan keragaman, keterbukaan dan kejujuran, hak individu atau lembaga, hasil karya pihak lain, norma masyarakat serta tanggung jawab.
“Yang harus diperhatikan dalam dunia siber yakni hargai orang lain di dunia siber, postingan mencerminkan kepribadian diri, tidak mengunduh konten bajakan di internet, tidak boleh plagiat, hargai privasi diri dan orang lain, berpikir kritis,” jelasnya.
AA Subandoyo turut menjelaskan, dunia internet mempunyai banyak pihak yang berkompetensi untuk membuahi pikiran kita, mereproduksi gagasan, pikiran dan kepentingan, juga cita-cita.
“Jutaan akun, miliaran konten, jutaan aplikasi, jutaan interaksi, jutaan kehendak, jutaan nilai budaya berkompetisi untuk muncul di layer kecil bernama smartphone. Adapun yang disebut hegemoni budaya di ruang digital, kelompok yang mendominasi berhasil mempengaruhi kelompok yang didominasi untuk menerima nila-nilai moral, politik, dan budaya dari kelompok berkuasa,” katanya.
Hegemoni terjadi ketika masyarkat yang dikuasai oleh kelas yang dominan bersepakat dengan ideologi, gaya hidup dan cara berpikir dari kelas dominan sehingga kaum tertindas tidak merasa ditindas oleh kelas yang berkuasa.
Sebagai pembicara terakhir, Aidil Wicaksono mengatakan, sekarang ini ada kelompok-kelompok yang mampu memberi pengaruh di ruang digital. Pertama ada generasi muda, perempuan dan pengguna internet.
“Generasi muda, cenderung berani berinovasi dan tertarik untuk mencoba hal-hal baru, selain itu mereka juga merupakan trendsetter sekaligus mengikuti tren itu sendiri. Kemudian terkait segmen perempuan, ketika di masa sulit maka keputusan konsumen perempuan akan lebih rasional,” tuturnya.
Terakhir untuk pengguna internet atau netizen, di mana kita sebagai netizen dan pengguna internet merupakan penghubung secara sosial, sebagai kontributor konten di dunia digital dalam hal ini yaitu memberikan informasi-informasi di dunia digital.
Dalam sesi KOL, Mujab MS mengatakan, dampak positif dari dunia digital ini kita salah satunya lebih mudah berkomunikasi bahkan kita bisa terkoneksi kembali dengan teman-teman lama kita, tetapi apabila kita tidak bisa menggunakan urang digital dengan baik kita bisa tertipu atau malah melakukan penipuan.
“Tentu ruang digital ini kita memang bebas beropini tetapi tetap ada batasan, ada norma, nilai dan aturan hukum bagaimana agar kita tetap bisa berekspresi tanpa membuat orang lain tersinggung atau membuat keributan,” jelasnya.
Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Selina Dwita menanyakan, bagaimana menjadi masyarakat Indonesia yang cerdas dan bisa berpartisipasi dengan bijak dalam transformasi digital berdasarkan nilai Pancasila ?
“Jawabannya adalah kerjakan. Karena kita menjadi kaya setelah kita mempraktikkan. Kesadaran kita itu bagus tetapi kadang sering kali lemah di eksekusinya, kita cari sasarannya apa, misalnya budaya. Kuncinya ada eksekusi, kita tidak akan menjadi fasih kalau kita tidak kerjakan, bayangkan kalau kita eksekusi beberapa tindakan, berapa banyak hal yang bisa kita pelajari,” jawab Subandoyo.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Jakarta Barat. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.