Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, Kominfo menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Mata-mata di Era Digital”. Webinar yang digelar pada Jumat, 23 Juli 2021 di Kota Tangerang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Isharshono (Praktisi Digital Marketing Centre), Yusuf Mars (Pemred Padasuka TV, Direktur Eksekutif ITF), Daniel J Mandagie (Kaizen Room), dan Djaka Dwiandi Purwaningtijasa (desainer digital dan fotografer).
Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Isharshono memulai webinar dengan mengatakan, di dunia maya dikenal dengan kegiatan mata–mata atau spionase dunia maya.
“Tindakan tersebut merupakan praktik memperoleh rahasia dan informasi tanpa izin dan sepengetahuan pemegang informasi dengan menggunakan metode di internet, jaringan, atau komputer individu melalui program server proxy, teknik crakcing, dan perangkat lunak berbahaya termasuk trojan horse dan spyware,” ungkapnya.
Manfaat lain dari mata-mata di media sosial, yakni sarana komodifikasi, sarana komersialisasi, sarana surveilance. Adapun cara Facebook memata-matai kita bisa melalui musik dan TV, Nearby Friends, Log in Service, Facebook Massanger, Sync with Facebook, umur dan iklan, secret experiments, DeepFace, power of like.
“Cara mengetahui orang yang melihat Facebook kita bisa menggunakan Who Visited Me, strangers stalkers, Google Crome Extension. Perlu dipahami, semua yang pernah kita tulis, kita isi, dan kita klik di media digital adalah data yang direkam oleh media digital tersebut,” ujarnya.
Yusuf Mars menambahkan, ada istilah stalker yang kegiatannya disebut stalking kurang lebih artinya mata-mata atau pengintai atau pengintip. Dampak buruk dari stalker mungkin akan menemukan sesuatu yang mengganggu, memicu sikap untuk membandingkan dengan diri sendiri, berisiko secara tak sadar menekan tombol likes (tombol love) di media sosial, seperti Instagram dan dicap sebagai stalker sejati.
“Cara hentikan stalking yakni melakukan berpikir positif, memahami bahwa ekspetasi bisa berbeda dengan realita, persingkat bermain gadget, unfollow dan block akun mantan, istirahat sejenak bermain sosmed. Berhentilah kepo sama kehidupan orang lain apalagi mantan,” papar Yusuf.
Daniel J Mandagie menjelaskan, di era digital masyarakat semakin mudah mendapatkan informasi secara online dan real time, serta media yang bervariasi dan saling terhubung/terkoneksi satu sama lain. “Untuk itu, diperlukan kompetensi dasar dalam budaya komunikasi digital. Seperti cakap paham, cakap produksi, cakap distribusi, cakap partisipasi, cakap kolaborasi.”
Selain itu, diperlukan juga pemahaman nilai Pancasila. “Dampak rendahnya pemahaman nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika, yakni tidak mampu memahami batasan kebebasan berekspresi, tidak mampu membedakan keterbukaan informasi publik dengan pelanggaran privasi di ruang digital,” katanya.
Lebih parah lagi, masyarakan tidak mampu membedakan misinformasi, disinformasi, dan malinformasi. “Mari menjadi warga digital yang pancasilais dengan berpikir kritis, cerdas dalam menyeleksi konten, dan gotong-royong,” harap Daniel.
Sebagai pembicara terakhir, Djaka Dwiandi mengungkapkan, ada ratusan pialang data memanen data online dan offline. Hal itu semakin mudah karena 20 persen aplikasi anak-anak mengumpulkan dan membagikan informasi pribadi.
“Cara menghetikan pelacakan dan sharing data bisa dilakukan dengan sesuaikan pengaturan lokasi ponsel Anda, batasi pelacakan iklan, hentikan Google melacak setiap gerakan Anda, menggunakan mode private browser di gawai Anda, periksa akun online Anda, dan periksa asisten virtual Anda,” saran Djaka.
Dalam sesi sharing KOL, Dede Fajar Kurniawan mengatakan, dampak positif dengan mudahnya akses internet, yakni bisa mempromosikan diri sendiri. Tentunya hal ini menjadi kesempatan dunia anak muda untuk kian kreatif.
“Tips konten apa yang dibutuhkan untuk sesuatu yang informatif? Biasanya berdasar dari apa yang kita sering alami. Seperti itu yang bisa menarik perhatian orang. Cara menjaga ekosistem digital agar lebih aman dan nyaman yakni hindari bertindak negatif,” katanya.
Peserta bernama Rauzatul Jannah menanyakan, bagaimana cara menemukan dan mengontrol aktivitas web dan aplikasi di gadget?
“Kalau kita habis melakukan sesuatu, kita bisa melakukan clear cookies-cookies yang kita pakai selanjutnya. Saya kira itu aman atau bisa pakai private browser,” jawab Djaka.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]